Senin, 07 September 2020

Jaring2 Cinta

 Jaring-Jaring Cinta (2)

By Tek Nun


"Lekat, dekat, dan akrab," aku terus mengulang kata-kata ajaib itu.


"Lekat itu yang menempel dibadan ya?" Tanyaku.


"Nah itu pintar. Ayo ulik lagi," jawab Upik Banun.


Sirrr


Dipuji seperti itu adrenalinku langsung terpacu. Kemudian mulai memperhatikan dan meraba semua yang melekat di badanku. Dari kepala sampai ujung kaki. Namun, apakah semua yang melekat itu bisa dijadikan ide menulis? Muncul keraguan di hatiku.


"Bisa dong. Kamu aja yang masih terus ternak alasan. Lupa ya kalau salah satu gen jewe ada yang judul bukunya Upil Bidadari," ucap Upik Banun dari meja depan.


"Kamu bisa mendengar suara hatiku, Upik?"


Upik Banun tak menjawab pertanyaanku. Ia terus fokus pada buku bacaan yang ada di depannya.


"Dekat, berarti semua yang ada di dekatku. Bisa benda mati atau juga benda hidup."


Ok, next


"Akrab, sesuatu yang ada hubungannya secara emosional. Persahabatan, misalnya"


"Nah, itu bisa," ucap Upik Banun.


Aku semakin bersemangat. Kini semua benda yang ada di dekatku mulai membentuk antrian minta dieksekusi menjadi sebuah tulisan. 


"Tapi bagaimana cara mengeksekusinya menjadi sebuah tulisan?"


"Kesadaranmu menurun, Tek Nun."


"Iya. Siap dinaikkan lagi," jawabku spontan.


"Mulai detik ini aku ikhlas seikhlas ikhlasnya menjadi penulis yang rajin dan tidak manja atas izin-Mu ya Allah."


Aku ucapkan affirmasi untuk menjaga semangat menulisku. Agar stabil dan tidak mengalami naik turun seperti lonjakan covid saat ini. Sebentar zona merah sebentar zona hijau, kemudian kembali zona merah lagi.


Nah, gitu dong. Jangan manja apalagi ternak alasan," ucap Upik Banun sambil menghampiriku.


"Ok. Siap komandan. Selain LDA apa lagi yang bisa dijadikan ide menulis?"


"Masih semangat?"


"Masih dong."


"Oke. Sampai jumpa sesi berikutnya."


"Sekarang aja napa? Kan masih ada waktu."


"Emang kamu kuat, Tek Nun?"


"Kuat dong. Kamu kira aku wanita lemah gitu."


"Aku tau kamu kuat. Tapi kalau aku kasih tau jangan kaget ya."


"Maksudnya? To the point aja napa."


"Gosip atau tema hot."


"What? Gosip dijadikan tulisan. Apa ngg masuk ke ghibah itu?"


Upik Banun buru-buru pergi tanpa menghiraukan pertanyaanku. Sementara aku masih bingung atas apa yang barusan diucapkannya.


"Gosip dijadikan tulisan?"


Jika ide bisa datang dari mana saja, mengeksekusinya adalah salah satu cara menghindari sifat manja, bagaimana cara mendulang keduanya menjadi sebuah karya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar