Selasa, 18 Februari 2020

ORANG TAK DIKENAL

PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 18)

ORANG TAK DIKENAL
By Noer Cakrawala

Kejarlah apa yang kau mau. Capai apa yang diinginkan. Namun jangan lupa mengikhlaskan apa yang telah hilang, dan tetap bersyukur atas apa yang telah didapatkan.

"Gimana, yakin udah kuat?" Tanya ibunya Noe dengan nada suara cemas.

"Insyaallah kuat, Bu." Jawab Noe dengan tersenyum.

Semenjak menemukan barang bukti di kamar neneknya, Noe jatuh sakit. Seakan seluruh persendian tulangnya lemah seketika. Separoh kekuatannya pergi bersama neneknya.

Melihat hal demikian, ibunya hilang akal. Sudah beberapa rumah sakit yang disambangi untuk mengecek penyakit Noe. Namun jawaban dari dokter yang memeriksa Noe hampir sama. Noe kelelahan dan keletihan. Dokter menyarankan untuk istirahat yang cukup.

Dilihat secara kasat mata memang Noe tidak seperti orang sakit. Ia masih bisa beraktivitas seperti biasa, hanya saja ia kehilangan tenaga dan semangatnya. Dan itu ia alami semenjak ia menemukan barang bukti itu.

Namun, Noe tak pernah memberi tahu ayah dan ibunya tentang pisau itu. Ia pendam dan simpan sendiri. Karena ia tak mau menambah beban pikiran kedua orang tuanya.

Besok pagi Noe berencana akan kembali ke kampus. Sudah hampir satu bulan ia meninggalkan kampus semenjak kematian neneknya. Walau ia sudah mengirim surat izin dari dokter melalui teman sekelasnya. Namun tetap saja membebani pikirannya.

"Apa sebaiknya istirahat aja dulu. Ntar kalau dipaksain tambah letih, ucap ibunya Noe agak khawatir.

"Ngg kok bu. Insyaallah aku kuat," Noe berusaha meyakinkan ibunya.

Namun, sebelum berangkat ke kampus, Noe harus menyambangi sebuah tempat. Pos ronda. Ya pos ronda, sebuah tempat yang mungkin saja dapat menguak misteri kematian neneknya.

"Bu, aku keluar bentar ya," pamit Noe kepada ibunya.

"Mau kemana?"

"Ke pos ronda, Bu."

"Ngapain ke sana? Ngg bagus lo anak perempuan ke pos ronda sendirian. Di sana kan perkumpulan laki-laki semua."

"Kalau siang begini ngg terlalu rame Bu. Paling anak-anak lagi nonton."

"Yakin?"

Yakin, Bu."

Ibunya percaya karena Noe termasuk salah satu anggota karang taruna di kampungnya. Mungkin saja ada hal yang perlu ia bicarakan dengan pemuda setempat. Begitu pikiran ibunya.

Noe pergi ke pos ronda dengan mengendarai motor vario warna hitam. Ia masih yakin akan mendapatkan informasi terpercaya tentang kematian neneknya. Informasi dari siapa? Ini yang masih misteri.

Jarak antara rumah dan pos ronda tidak terlalu jauh. Cuma harus melewati jalan yang di pinggirnya berjejer beberapa petak sawah. Dan juga beberapa petak kebun bawang warga setempat.

Tak menghabiskan waktu sepuluh menit, Noe sampai di pos ronda. Dari kejauhan ia melihat seseorang duduk dengan posisi duduk bersila. Dilengkapi dengan kain sarung yang melingkar di lehernya. Namun tak jelas siapa orangnya.

Noe memperlambat laju motornya. Kemudian dengan perlahan memarkir motor varionya tepat di halaman pos ronda.

"Assalamualaikum Pak Wo," rupanya kerabat pihak ayahnya.

"Waalaikum salam. Eh Noe, ada apa siang-siang ke pos ronda?" Tanya Pak Wo.

"Ngg ada Pak Wo. Cuma pengen mampir aja."

Melihat anak perempuan datang ke pos ronda tanpa ditemani siapapun, Pak Wo tampak heran. Karena adat di Minangkabau menganggap tabu jika anak perempuan mendatangi markas laki-laki. Sendirian lagi.

Noe tampak celingak celinguk seperti ada yang dicarinya.

"Ada apa Noe?" Sapa Pak Wo yang kian heran melihat tingkah Noe.

"Pak Wo sendirian?"

"Iya. Pak Wo sengaja duduk di sini menunggu teman dari kecamatan untuk mengantar kerangkeng tv."

"Kerangkeng tv siapa Pak Wo?"

"Tv ini," sambil menunjuk tv yang ada di atas meja kecil yang sengaja ditinggikan.

"Owh.."

Pak Wo semakin tidak enak hati dengan keberadaan Noe di pos ronda. Sementara Noe masih saja menebar pandangannya secara liar ke seleruh sudut pos ronda.

"Di hari kematian nenek, Pak Wo ada ngg melihat seseorang yang mencurigakan?" Ucap Noe setengah berbisik.

"Yang mencurigakan? Maksudnya?" Tanya PakWo penasran.

"Ya Pak Wo. Sampai hari ini aku masih penasaran kenapa nenek sampai meninggal dengan cara tak wajar," jawab Noe dengan mata penuh selidik.

"Ya, beberapa hari sebelum kematian nenek ada orang asing yang menanyakan rumah nenek ke sini. Saat itu Pak Wo dengan kawan-kawan sedang bermain domino. Setelah diarahkan ia pamit dan Pak Wo lanjut bermain.

"Maksud Pak Wo?"

"Iya, ada seseorang bertanya tentang nenek dengan ciri-ciri memakai topi hitam dan di wajah sebelah kananya ada bekas luka."

"Siapa Pak Wo?"

"Pak Wo tidak kenal. Sekilas ia seperti tergesa-tergesa. Menurut teman Pak Wo mungkin saudara jauh nenek atau teman sesama guru nenek. Setelah peristiwa itu, beberapa hari kemudian terdengar kabar nenek ditemukan."

Mendengar penjelasan dari Pak Wo yang demikian, Noe semakin penasaran. Ada beberapa orang yang ia kenal dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan PakWo. Salah satu orang yang memiliki ciri-ciri luka di wajah adalah suami Tek Nda. Bekas luka karena berkelahi dengan temannya. Namun kalau benar orang yang dimaksud adalah suami Tek Nda, tak mungkin Pak Wo tak mengenalinya. Atau jangan-jangan?

Banyak pertanyaan yang menyerang pikiran Noe. Ia semakin bingung dengan apa yang ada di depannya. Saat Noer berpikir, sebuah motor menepi ke halaman pos ronda dengan membawa sebuah kotak besi yang diikatkan di jok belakang motor. Dan dipastikan ia adalah teman Pak Wo.

"Makasih ya Pak Wo. Aku pulang dulu," ucap Noe sambil memutar posisi motornya.

"Iya, hati-hati," jawab Pak Wo singkat.

Noe pergi meninggalkan pos ronda dengan berbagai macam pertanyaan di kepalanya. Seakan ia punya kekuatan kembali. Semakin kuat tekatnya untuk menguak misteri kematian neneknya.

Harapan yang terunda sering menyedihkan hati, namun keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan yang terus tumbuh dan berkembang.

#tantanganharike31
#tantanganmenulismediaguru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar