Selasa, 08 September 2020

Jaring2 cinta 3

 Jaring-Jaring Cinta (3)

By Tek Nun


"Gosip atau tema hot."


Aku semakin kepo dan penasaran terhadap apa yang barusan diucapkan Upik Banun. Bukannya tidak percaya bahwa gosip bisa dijadikan sebagai ide saat menulis tetapi lebih pada ketakutan akan hasilnya.


"Alah gayamu lagi Tek Nun. Mencobanya aja belum udah bicara hasil. Lebayyyy," ucap sebuah suara entah dari mana.


Aku putar kepalaku 180 derajat untuk mencari sumber suara. Namun hasilnya tetap nihil. 


"Ih, tapi ada benarnya juga itu suara, ngapain juga aku memikirkan hasilnya," sembari tangan terus utak atik keyboard note di gawai.


Gosip akan berakhir pada mulut

Orang yang bijak

Sana dan akan menjadi

Ide bagi seorang

Penulis


Aku tulis kata gosip memanjang ke bawah. Kemudian di jabarkan secara suka-suka. Sekadar corat coret aja. Mana tau nanti idenya muncul. Datang tak diundang, pulang tak diantar.


"Emang pocong?"


"Biarin. Emang gue pikirin."


"Eh benar itu apa yang kau tulis."


"Oh ya?"


"Iya. Gosip akan berakhir dan berhenti ditelinga orang yang bijaksana. Apalagi kalau sampai ke telinga penulis. Gosip bisa saja jadi tulisan yang menginspirasi."


"Tek Nun ngomong sama siapa? Asyik bener tampaknya?" Tanya Tek Yun dari meja sebelah kanan.


"Dengan seseorang dong. Masa sama pocong."


"Hey, siang-siang jangan ngomongin pocong dong. Ntar datang beneran baru tau rasa.


"Kalau datang kusuruh dia nulis pengalamannya selama menjadi pocong."


"Berani?"


"Tidaaaaak," sambil lari mendekat ke kursi Tek Yun.


Satu kata "Gosip" saja bisa diolah menjadi satu kalimat lezat. Apalagi isi gosipnya. Tapi ingat ya, jangan nambah antrian gibah, jatuhnya dosa lo.


"Hey Tek Nun, kalau ngomong itu yang jelas. Jangan kek orang kumur-kumur," ucap teman yang satu lagi.


"Betul itu. Justru ide menulis itu datangnya dari mana saja. Tak pelak gosip pun bisa diolah menjadi sebuah tulisan yang renyah," ucap Upik Banun tiba-tiba nyrocos.


"Oh ini dia suhu datang."


"Gosip yang bagaimana yang bisa diolah menjadi sebuah tulisan, Suhu?" Tanyaku pada Upik Banun.


"Semuanya."


"Bukannya gibah itu?"


"Nah, makanya jernihkan pikiran. Jangan menganggap bahwa gosip itu mempreteli kekurangan orang lain. Tapi gibahlah keburukan dan aib diri sendiri," ucap Upik Banun dengan mantap.


"What? Menggibah diri sendiri? Apa ngg ada pilihan lain?"


"Ada, surga atau neraka?"


#kelassenjakala

#menulisitusedekah

#jeniuswriting

Senin, 07 September 2020

Jaring2 Cinta

 Jaring-Jaring Cinta (2)

By Tek Nun


"Lekat, dekat, dan akrab," aku terus mengulang kata-kata ajaib itu.


"Lekat itu yang menempel dibadan ya?" Tanyaku.


"Nah itu pintar. Ayo ulik lagi," jawab Upik Banun.


Sirrr


Dipuji seperti itu adrenalinku langsung terpacu. Kemudian mulai memperhatikan dan meraba semua yang melekat di badanku. Dari kepala sampai ujung kaki. Namun, apakah semua yang melekat itu bisa dijadikan ide menulis? Muncul keraguan di hatiku.


"Bisa dong. Kamu aja yang masih terus ternak alasan. Lupa ya kalau salah satu gen jewe ada yang judul bukunya Upil Bidadari," ucap Upik Banun dari meja depan.


"Kamu bisa mendengar suara hatiku, Upik?"


Upik Banun tak menjawab pertanyaanku. Ia terus fokus pada buku bacaan yang ada di depannya.


"Dekat, berarti semua yang ada di dekatku. Bisa benda mati atau juga benda hidup."


Ok, next


"Akrab, sesuatu yang ada hubungannya secara emosional. Persahabatan, misalnya"


"Nah, itu bisa," ucap Upik Banun.


Aku semakin bersemangat. Kini semua benda yang ada di dekatku mulai membentuk antrian minta dieksekusi menjadi sebuah tulisan. 


"Tapi bagaimana cara mengeksekusinya menjadi sebuah tulisan?"


"Kesadaranmu menurun, Tek Nun."


"Iya. Siap dinaikkan lagi," jawabku spontan.


"Mulai detik ini aku ikhlas seikhlas ikhlasnya menjadi penulis yang rajin dan tidak manja atas izin-Mu ya Allah."


Aku ucapkan affirmasi untuk menjaga semangat menulisku. Agar stabil dan tidak mengalami naik turun seperti lonjakan covid saat ini. Sebentar zona merah sebentar zona hijau, kemudian kembali zona merah lagi.


Nah, gitu dong. Jangan manja apalagi ternak alasan," ucap Upik Banun sambil menghampiriku.


"Ok. Siap komandan. Selain LDA apa lagi yang bisa dijadikan ide menulis?"


"Masih semangat?"


"Masih dong."


"Oke. Sampai jumpa sesi berikutnya."


"Sekarang aja napa? Kan masih ada waktu."


"Emang kamu kuat, Tek Nun?"


"Kuat dong. Kamu kira aku wanita lemah gitu."


"Aku tau kamu kuat. Tapi kalau aku kasih tau jangan kaget ya."


"Maksudnya? To the point aja napa."


"Gosip atau tema hot."


"What? Gosip dijadikan tulisan. Apa ngg masuk ke ghibah itu?"


Upik Banun buru-buru pergi tanpa menghiraukan pertanyaanku. Sementara aku masih bingung atas apa yang barusan diucapkannya.


"Gosip dijadikan tulisan?"


Jika ide bisa datang dari mana saja, mengeksekusinya adalah salah satu cara menghindari sifat manja, bagaimana cara mendulang keduanya menjadi sebuah karya?


Senin, 31 Agustus 2020

Mantra Ajaib

 Mantra Ajaib

By Tek Nun


Di pagi yang cerah ini, Tek Nun tampak lebih bahagia dari hari sebelumya. Wajah cerianya menggambarkan bahwa ia baru saja terlepas dari beban berat. 


Terlihat dari lengukungan bibirnya saat tersenyum tampak kian lebar. Bicaranya lebih enjoy dan enak di dengar. Begitu juga dengan cara tertawanya. Ringan dan renyah terdengar di telinga.


Selidik punya selidik ternyata ia baru saja merilis kesalahan-kesalahan yang selama ini menggerogoti dirinya. 


"Terus bagaimana kondisi Tek Nun sekarang? Tanyamu.


"Semakin membaik dan semakin bahagia."


"Oh ya?"


"Emang apa saja kesalahan yang Tek Nun lakukan selama ini?" Tanyamu kembali.


"Salah satunya kesadaranku sering menurun."


"What? Tek Nun sakit jiwa?"


"Kalau ngomong jangan sembarangan ya. Berarti kamu tak membaca tulisan Tek Nun sebelumya. Bahwa jiwa itu tak pernah sakit. Hanya saja terhalang dan terkurung oleh hati yang kotor dan sakit

yang tidak digunakan untuk hal-hal yang baik."


"Tek, kesadaranmu menurun."


Sebuah kalimat teguran dari sang guru langsung menyadarkan kesadaran Tek Nun.


"Iya, Guru. Siap dinaikkan kembali."


Tek Nun segera mengembalikan kesadarannya dengan mengucapkan mantra ajaibnya.


"Aku ikhlas seikhlas-ikhlasnya jika semua yang aku alami menjadi berlian dalam kehidupanku dan inspirasi bagi sesama."


Tanpa disadarinya aura kebahagiaannya kembali memancar kewajahnya. Pikiran yang tadinya abu-abu sekarang sudah mulai jernih. Dan kalbu yang tadinya berada di posisi kalbu marit, mulai bergeser menuju kalbu salim.


Semakin ke sini, binar-binar di wajah Tek Nun kian kelihatan. Dan kesalahan demi kesalahan mulai berguguran bak embun pagi ditempa sinar matahari. 


Jika kesalahan bisa digugurkan dengan pengakuan, kebahagiaan merupakan tujuan kehidupan, bagaimana agar keduanya bisa dijadikan titian menuju pintu ampunan?








Sabtu, 29 Agustus 2020

Senja Istimewa 3

 Senja Istimewa (3)

By Tek Nun


Tetaplah berprasangka baik walau faktanya tak selalu baik.


"Kalbu ini sesuatu yg menentukan baik buruknya jiwa ya, Guru? Tanya Mba Husnul dengan semangat.


"Bukan baik buruknya dirimu, tapi dia bisa menghalangi kedamaian jiwamu," jawab sang guru dari depan.


Tek Nun yang masih mengunyah materi secara pelan langsung kaget. 


"Bahaya juga ya kalau seandainya kalbu sudah masuk kategori kotor dan mati?" Ucap seseorang di sampingnya.


"Pastinya. Makanya buruan perbaiki." Ucap Tek Nun sambil terus memperhatikan penjelasan sang guru.


"Dan kalbu bisa kotor," ucap Tek Nun spontan.


"Yes," jawab Pak guru.


Anggota kelas semakin tersulut semangatnya mendengarkan penjelasan sang guru. 


"Banyak sekali di antara kita yang tidak clear antara jiwa dan kalbu. Jiwa itu merupakan suara terbaik dari kalbu dan akal."


"Juga tempat bersemayamnya damai, cinta, dan kasih."


"Sementara, akal itu trafo atau power yang menghubungkan nur manusia dengan nur Allah." Begitu penjelasan sang guru panjang lebar.


"Bagaimana dengan 'sakit jiwa' Guru? Apakah ini berpangkal dari hati yang kotor?" Tanya Tek Nun tampak serius.


"Itu salah kaprah."


"Yang betulnya apa, Guru?"


"Jiwa tidak sakit. Tapi terhalang dan terkurung oleh hati yang kotor dan sakit. Orang gila itu hilang akal. Akal yang terputus dan tidak digunakan bisa rusak."


Mendengarkan penjelasan sang guru, tiba-tiba rasa hausnya mendadak menyerang.


Selama ini yang ia pahami, bahwa orang gila itu sama dengan orang sakit jiwa. Ternyata jiwa tak pernah sakit. Yang ada itu akal yang sakit, kotor, bahkan hilang dari peredaran.


"Ha ha ha," spontan, Tek Nun tertawa sendiri.


"Awas!"


"Napa lo, kau kira aku hilang akal apa?" Bentak Tek Nun pada seseorang.


"Tenang, tenang jangan ribut," ucap sang guru mencoba menenangkan siswanya.


"Bagaimana dengan orang kesurupan, Guru?"


"Hilang akal."


"Tetapi secara prilaku keduanya berbeda, Guru."


"Nah perilaku itulah yang lahir dari jiwa."


"Agama hanya untuk orang yang berakal. Bukan untuk orang yang berhati. Tolong resapi dan pahami itu."


Semua yang ada di kelas manggut-manggut. Pertanda apa yang disampaikan sang guru sudah semakin dipahami. 


Teeeeeng...


Lonceng istirahat berbunyi. Guru dan siswanya keluar kelas dan istirahat sejenak. 


Bersambung!


Senja Istimewa 2

 Senja Istimewa (2)

By Tek Nun


Jika menulis adalah sedekah, mengabadikan kisah hidup salah satu bentuk hadiah, mengapa tak menjadikan keduanya sebagai ajang untuk menggapai kehidupan yang lebih berkah?


"Lancar banget nulisnya, Tek Nun?" Gimana cara memulainya?" Tanyamu dari seberang sana.


"Oh ya? Ngg lancar-lancar banget, sesekali ada tersendatnya juga tuh."


"Kalau aku lihat lancar sepertinya, bagi tipsnya dong, Tek Nun."


"Serius?"


"7 rius, Tek Nun. Kalau ngg cukup bisa kita naikkan jadi 21 rius," ucapmu penuh semangat.


Mendengar suaramu yang powerfull dan semangat, Tek Nun pun ikut kecipratan semangat 45.


"Ok ok, nanti diabari. Tek Nun tunaikan dulu hutang hari kemaren ya," ucap Tek Nun sambil terus bergelut dengan keyboard laptopnya.


"Oh ya Cak, sampai dimana cerita Tek Nun kemaren?"


"Tek Nun bertanya ke saya?"


"Ngg. Nanya sama dinding."


" he he he...nyicil kesalahan diri lagi ya, Tek Nun😁"


"3 pengelompokkan kalbu, Tek Nun," sorak seseorang dari seberang.


"O iya."


Tek Nun mulai serius. Ia raih gelas minuman coffeemixnya kemudian meneguknya beberapa tegukan.


"Kalbu itu terbagi 3;

Kalbu Marit

Kalbu mayyit

Kabu salim.


"Tunggu Tek Nun, apakah kalbu sama dengan hati?"


"Yes. Bahasa Indonesianya kalbu itu hati," begitu kata sang guru memberikan penjelasan kemaren.


"Sampai di sini ada paham?"


"Paham, Tek Nun. Kalbu itu artinya hati. Tapi perbedaan ke tiganya bagaimana, Tek Nun?"


"Pelan-pelan, Coy. Ntar rambutmu rontok lo."


"Iya iya."


Tek Nun juga tampak semakin mengerti tentang materi yang diberikan sang guru. Selain membaca berulang-ulang sekaligus memberikan kepada orang lain. Inilah hakikat dari menulis yang sesungguhnya. Bahwa menulis itu adalah sedekah. Lebih tepatnya edekah ilmu.


"Asyik, dapat sedekah ilmu dari Tek Nun."


"Tapi akan lebih asyik jika kamu ikutan masuk kelas. Kamu akan dapat lebih dari sekadar ilmu."


"Iya sih. Cuma aku sekarang lagi sibuk. Takut tak bisa mengikuti dengan fokus."


"Sibuk? Emang kamu aja yang kerja. Kamu kira mereka yang ikut kelas generasi rebahan apa?"


"Mulai lagi deh Tek Nun, menyicil kesalahannya. Sekarang pointnya cepat emosi."


Tek Nun semakin sadar akan kesalahan yang ada pada dirinya. Semakin ia berbicara dan bersikap semakin keluar kesalahan-kesalahan yang menempel dalam dirinya. Seperti percakapan barusan, ia cepat sekali tersulut emosi.


Ok, Sobat kita lanjut mengenai pembagian kalbu tadi. 

• Kalbu Marit itu hati yang kotor dan sakit

• Kabu mayit hati yg mati

• Kalbu Salim hati yang selamat

Semua yang mendengar terkagum-kagum dengan penjelasan Tek Nun tentang pengelompokkan hati. Sebagian ada yang merasa khawatir. Khawatir kalau masuk pada kategori hati yang kotor dan hati yang mati.


"Kenapa tiba-tiba ekspresi lo berubah seperti orang ketakutan?" Tanya Tek Nun pada salah satu temannya. 


"Khawatir kalau masuk kategori hati yang kotor dan sudah mati."


"Makanya jangan sering berpikiran dan berperasaan negatif jika kalbumu tak mau kotor."


"Jadi kalau suuzhon mulu itu pertanda hati kotor ya, Tek Nun?"


"Salah satunya begitu. Makanya tetaplah berprasangka baik walau faktanya tak selalu baik."


Ok, Sobat. Silakan kunyah-kunyah ini dulu sambil menikmati cemilannya. Nanti kita lanjut dengan pembahasan yang lebih brilian lagi.


Bersambung!

Senja Istimewa

 Senja Istimewa (1)

By Tek Nun


Senja bukanlah akhir dari sebuah hari, namun bisa saja awal dari lahirnya sebuah inspirasi.


Senja kali ini bukan senja biasa, namun senja istimewa yang membuat jiwa kian bahagia. 


"Ehemmm, cie cie," ucap Cicak dengan naluri keponya.


Tek Nun tak merespon reaksi Cicak yang terkesan menggoda. Walau dalam hatinya, "emang gue pikirin. Iri aja ndiri," ucap Tek Nun dengan jiwa bapernya.


Ia terus fokus terhadap materi yang baru saja dipaparkan sang guru. Ilmu baru sekaligus ilmu tingkat tinggi.


"Ilmu tingkat tinggi? Ilmu apaan itu, Tek Nun? Lagi belajar manjat tiang listrik ya?" Tanya Cicak kembali dengan jiwa keponya.


"Tiang listrik? Kalah tinggi itu mah?"


"Kalah tinggi? Atau manjat jam gadang?"


Lewaaattt...


Tek Nun kembali fokus ke kelasnya. Cicak yang masih melongo ditinggalkan begitu saja. 


"Kita punya tubuh fisik dan nonfisik. Tubuh fisik namanya jasad. Tubuh nonfisik namanya ruh. Dan setrum atau actionnya namanya jiwa," ucap sang guru pelan.


Tek Nun memahami kata demi kata. Dibacanya secara berulang-ulang. Agar bisa memahami ucapan sang guru. Kemudian mencatat kembali apa yang diucapkan gurunya,

Jasad

Ruh

Jiwa


Sambil membaca ia coba memahami dengan pelan. Ia resapi sampai ke3 kata tersebut hafal di luar kepalanya. 


"Dan jiwa itu sendiri adalah aksi atau energi gerak terbaik yang menjembatani ruh dan jasad."


Satu kalimat kembali meluncur dari mulut sang guru. Dan levelnya naik satu oktaf. Tek Nun berusaha tenang dan mencoba mengunyahnya perlahan. 


"Ngunyahnya 33x, Tek Nun. Biar gampang nelannya," ucap Cicak dari kejauhan.


"Resek amat, Lo. Bisa diam ngg?" Akhirnya Tek Nun mengeluarkan satu persatu kesalahannya.


"Jiwa beda dengan ruh. Ini harus clear agar nyanyian jiwa Anda bisa dijadikan teks ajaib," ucap Coach kembali meyakinkan.


Tek Nun mulai kewalahan. Terlihat dari kerutan di dahinya. Awalnya satu kerutan sekarang sudah bertambah menjadi 3 kerutan.


"Dan jiwa beda dengan kalbu. Jiwa bisa bernyanyi ruh tidak. Camkan ini," sambung sang guru.


Merasa adrenalinnya kian terpacu, Tek Nun butuh pasokan energi baru. Ia raih air minum yang ada dalam gelas tupperware warna hijau kemudian meminumnya beberapa teguk. 


"Udah paham belum, Tek Nun? Jangan hanya mangguk- mangguk doang?" Sebuah suara memecah konsentarsinya.


"Iya, ini lagi berusaha memahami."


"Gimana cara memahaminya?"


"Dengan membaca secara berulang-ulang sampai 3x, atau bahkan sampai 33x."


Sambil terus memahami, Tek Nun kembali mencatat butiran berlian di senja istimewa kali ini.


Kalbu

Jiwa

Roh

Jasad


Keempat kata di atas memiliki pemahaman yang berbeda. Kalbu itu filter antara pikiran, perasaan, dan nafsu. Lebih tepatnya kalbu itu penyaring menuju kedamaian jiwa. 


Nah, untuk bisa mencapai kedamaian yang diinginkan, kita harus mengetahui 3 pengelompokkan kalbu.


Anda ingin tau?


Bersambung!


Kamis, 02 Juli 2020

Pengintip Sholehah

Pengintip Sholehah (1)
By Tek Nun

Tek Nun tampak grusuk grasak mengambil posisi aman. Ia tak mau ketinggalan informasi yang sudah merebak kemana-mana. Dan bahkan sudah menjadi buah bibir masyarakat.

"Geser dikit," ucap Tek Nun kepada salah seorang temannya dengan setengah berbisik.

"Jangan brisik. Kalau ngg jago ngintip ngg usah ikut-ikutan. Bikin gaduh aja lo." 

"Tenang. Kau lihat aja nanti apa hasilnya. Belum tau kau kalau aku nenek moyangnya tukang intip."

"Husssttt, diam. Pasang mata dan telinga baik-baik," perintah Wak Bordir dengan semangat.

Tek Nun mulai action. Ia pusatkan penglihatan dan pendengarannya. Lalu, memperhatikan lamat-lamat apa yang ada di depan matanya.

"Ooo...jadi begini caranya. Dicopot satu persatu, ucap Tek Nun dengan pelan.

"Diamlah kauuu," Wak Bordir menutup mulut Tek Nun dengan kasar.

"Santuy lah kau Bordir. Jangan kasar gitu dong. Hancur ini lipstikku. Ngg tau apa, ini lipstik kreditnya belum lunas,"ucap Tek Nun dengan kesal.

Sementara di tempat lain, Tek Sulam masih berusaha keras agar cepat mendarat di tkp. Tampak ia agak kesusahan berjalan. Selain keadaan jalan yang aspalnya yang tidak rata, juga terganggu dengan sepatu yang ia pakai.

"Bagaimana lah ini pemerintah. Sudah aku perintahkan mengucurkan dana untuk perbaikan jalan, masih saja belum dilaksanakan. Penting pula membangun jalan tol dari pada jalan desa," rutuk Tek Sulan.

Suit suiiit...

Seorang pemuda menggoda Tek Sulam dari atas motor. Mereka usil karena melihat Tek Sulam yang berjalan bak artis india. Lenggok kiri lenggok kanan amboy...

"Suit-suit emak lo. Tergoda lo liat tubuh bohay gue?" Tanya Tek Sulam dengan sadizzz

"Lariiiiii...," ucap pemuda itu sambil ngegas motornya.

Generasi yang seperti ini ni yang ngg tau sopan santun. Bukannya dibantuin untuk ngantarin aku ke tempat tujuan, malah balik menggoda. Emang aku janda apaan? Tek Sulam tampak kian geram.

"Kertas mana kertas?" Ucap Tek Nun pada Wak Bordir.

"Lo bener-bener gile ya? Kapan selesainya ini ngintip kalau lo resek begini," ucap Wak Bordir kesal.

"Kalau ngg dicatet ntar gue lupa."

"Dasar mak-mak pikun."

"Cepat mana kertasnya. Bentar lagi selesai itu."

"Peduli amat. Egepe."

Tak dapat respon yang baik dari Wak Bordir, akhirnya Tek Nun menuliskan apa yang telah diamatinya dengan paku di dinding papan tempat ia mengintip. 

Ada tiga poin yang bisa ia dapatkan dari hasil intipannya. Opening, uraian tokoh cerita beserta lakuannya, dan closing.

"Woiii...tunggu aku," sorak Tek Sulam dari kejauhan.

Mendengar ada suara teriakan, Tek Nun dan Wak Bordir spontan balik kanan untuk menjauh dari tkp. Namun, baru saja membalikkan badannya, tiba-tiba ...

#pengintipsholehah1
#menulisitusedekah
#menulisitumenyembuhkan
#virusbahagia

Selasa, 23 Juni 2020

Menyulap Duka

Jangan bandingkan prosesmu dengan orang lain, karena tak semua bunga tumbuh dan mekar bersamaan.

"Lukamu adalah harta karunmu sebagai penulis."

Tung
Tang

Aku seperti tersadar dari tidur yang panjang. Selama ini, menurutku duka dan luka adalah sesuatu yang harus disembunyikan dan dikubur dalam-dalam. Ternyata aku salah besar. Justru di situ lah letak berlian dalam musibah.

"Berlian dalam musibah, maksudya?" Tanyamu kepo.

Selama ini yang aku tahu, duka tetaplah duka. Yang tidak perlu di umbar ke permukaan. Kalau bisa dianggap hilang dan tak perlu diungkit-ungkit.

Ternyata di balik duka ada berlian yang harus segera dipungut.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara mengubah luka menjadi duka? Apa dirimu sanggup melakukannya?

Tentu untuk melakukannya tak sembarangan orang mampu melakukannya. Hanya orang-orang istimewa dan yakin kalau luka bisa disulap jadi duka.

Yakin?

Tentunya. Kalau ngg percaya, coba saja tanya kepada orang-orang sukses hari ini. Berapa karung luka yang ia santap hingga ia bisa makan enak hari ini. Berapa karung duka yang ia jadikan bantal hingga ia bisa tidur nyenyak seperti sekarang.

Aku bersyukur, walau dulunya ngg dikasih uang jajan, tapi tetap semangat untuk sekolah.

Aku bersyukur, walau saat sekolah dulu sempat menjadi tukang cuci demi untuk membayar uang sekolah.

Aku besyukur dibilang anak yang tak tahu diuntung, karena tetap sekolah saat ekonomi orang tua berada di level paling bawah.

Cuplikan di atas hanya secuil duka yang harus disyukuri hari ini. Kalau tak pernah mengalami hal seperti di atas belum tentu diri ini bisa menikmati apa yang ada sekarang.

Lalu apa kaitannya dengan tulisan?

Ternyata luka yang sempat bertengger di kehidupan kita, malah bisa disulap menjadi sebuah cerita yang menarik. Dan yang tak kalah serunya bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk berubah menjadi lebih baik.

Lalu, apa yang perlu kita lakukan?

Kemas luka itu dengan kemasan yang menarik. Jadikan luka sebagai pemanis kehidupan agar hidupmu tak lagi pesimis. Karena dengan luka, kini hidupmu semakin manis. Semanis senyummu saat membaca tulisan ini sambil ngemil kue brownis. Manis nis nis nissss😊😊😊

#jeniuswriting
#menulisitusedekah
#menulisitumenyembuhkan
#virusbahagia

Senin, 09 Maret 2020

Mondok Perai


#tantanganharike_55
#tantanganmenulismediaguru

Mondok Perai
By Noer

"Mondok perai? Mode iko pandangaran emang masih ado nan perai tek nun? Nan ka iyo2 selah tulis tek nun. Jan nan ka mampakaruah suasana juo," kecek raket rangik dari ateh kasua.

"Saba lah lu. Mambaco tu salasai2. Budayakan mambaco sampai sudah. Ko ndak, nan babaco judulnyo sajo baru, nan kesimpulan ba ambiak sakali. Tu karambia cukia namo nyo tu."

"Emang karambia cukia apo tek nun?"

"Yo bantuak awak tu. Nan tau baru kulik2nyo sajo. Tapi lah ba cap pulo urang begana begini."

"Jan marabo pulo tek nun. Tanang an batin tu. Beko ndak jadi pulo sudah carito mondok perai cako."

"Astaghfirullah...mako e kamu jan bagaya sok tau pulo. Danga an lah tek nun bacarito lu."

"Jadih mo lah. Ambo manut. Asa lai perai."

"Kancang ka perai kamu mah."

"Emang tek nun ndak nio nan perai?"

"Indak bana dek tek nun tu do. Indak amuah manulak. Hik hik.."

Molah tek nun caritoan baa sabananyo mondok perai ko. Apo ko ado syarat nan harus di lengkapi. Atau mungkin sanak batanyo2 baa caro masuk pondok tu.

Tapi carito ko hanyo tek nun bagi untuak sanak. Kalau nan lain ndak ka tek nun caritoan bagai do. Karano sifatnyo agak rahasia.

"Maksud tek nun?"

"Yo agak ragu tek nun kalau sanak kurang bisa manjago rahasia ko?"

"Tek nuuun...awak janji. Insyaallah baskom wak lai ndak bocor do."

"Yakin kamu baskom kamu ndak bocor. Cubo tek nun pareso lu."

"Jan di siko lai tek nun malu wak."

"Lai ado juo malu kamu? Kecek tek nun kok lah anyuik pulo samo jo sarok kuaci cako."

"Gadang cimees tek nun ma."

"Stek"

"Capeklah caritoan tek nun lamo bana mah."

Sabananyo carito ko lah mode bola ko sanak. Oper sana oper sini. Lah ndak rahasia lai. Cuma alun sempat di gol kan sajo lai. Dek karano lah tibo pulo di kaki tek nun, yo ndak dapek aka lai. Gata2 kaki tek nun nak manyipak an. Mumpung tapak kaki tek nun lai bacilalek.

Mondok nan tek nun maksud ko, banyak urang yang menghindari. Kok dapek ma ilak, ma ilak juo baru. Tapi kadang, dek lamo bajalan banyak nan tasuo, lamo iduik banyak nan dirasai.

"Apo lah carito tek nun ko a," karak kaliang dalam belek mulai angkat bicara.

"Yo saba lah dulu. Bacarito ko samo jo mambaka jaguang sanak. Ba lambek2. Kok disabo masak tapaso kawan. Tantu ndak lamaknyo."

"Yo molah," jawek karak kaliang lah mulai bosan.

"Lai pernah sanak mandanga urang maliang kalua panjaro, sudah tu maliang lo baliak?"

"Lai tek nun. Ko sabana tajadi ko tek nun. Tetangga awak bana pelakunyo," jawek ayam jantan kukuak balenggek.

"Aaa tu baa?" Tanyo tek nun jo sumangaik 45.

"Tetangga awak tu masih mudo matah baru tek nun. Lah punyo anak hampie lo samo gadang jo inyo."

"Kalau lah samo gadang anak nyo jo inyo, ndak mudo matah namo nyo tu do. Itu mudo talampau, gaek alun lai."

"Tapek bana tek nun. Yo tau2 se tek nun nan sadang elok ko yo."

"Tantu lah iyes nyo. Capek lah salasaian carito kamu."

Awalnyo kawan awak ko tatangkok maliang induak ayam. Nan bacilok ayam sadang maram pulo, tantu heboh lah sakampuang. Ndak manunggu siang hari do, langsuang diseret ka kantua polisi.

Lah maunyi rumah ndak badapua mamak ko. Dan dapek jatah 3 bulan panjaro. Lumayan untuak mancari2 pangalaman. Nan dek keluarganyo, berharap mudah2an jadi pelajaran.

"Tunggu sabanta tek nun, minum cah lu. Tabik pulo auih dek ma ota."

"Banyaklah gaya kamu."

He..he..he...

Hari baganti pakan, pakan baganti bulan. Tigo bulan sudah mamak ko dalam panjaro. Lah sanang pulo hati bini jo anak2nyo karano sabanta lai ayah paja ka kalua dari panjaro. Walau malu jo rang kampuang setidaknyo bisa diambiak pelajaran. Apobilo mangarajoan nan salah ado akibat yg harus ditangguang.

Urang kampuang lah basanang hati pulo. Lah nampak di wajah mamak ko raso penyesalan. Dan bajanji ndak kan ma ulang karajo maliang ayam tu lai.

Kironyo iyo sanak, lai nyo tapati janjinyo. Iyo lai ndak nyo ulang maliang induak ayam maram lai. Tapi...maliang motor nan nyo karajoannyo. Ndak tangguang2 do sanak, motor nan sdg parkir di musajik nan nyo embat. Urg sdg khusuak sumbayang, nan inyo khusuak pulo mambukak stang motor nan sdg takunci.

Keren kan sanak. Batambah kapandaiannyo salamo tingga di rumah ndak badapua. Sudah lah makan perai, pengalaman batambah pulo.

Selidik punyo selidik, rupo nyo mamak ko sakamar jo kawan nan sa profesi. Tantu lah babagi pengalaman molah urang ko. Sharing istilah anak2 mudo kini.

Kiro2 mode tu lah carito 'Mondok Gratis' ko sanak. Ko ado nan minat silakan hubungi ayam kukuak balenggek. Ten nun siap2 ka pai sumbayang magrib ciek lu.

Assalamualikum.

#menulisitusedekah
#menulisitubagurau
#minangmanulih

Menguak Misteri


PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 25)

Menguak Misteri
By Noer Cakrawala

Mereka yang beralasan tidak mempunyai waktu adalah mereka yang membiarkan waktu mengatur hidupnya.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Semua tugas dan ujian berhasil dilalui Noe dengan tuntas. Saatnya Noe beraksi untuk menuntaskan misi besarnya. Moga misi ini adalah salah satu bukti cinta dan rasa pedulinya kepada nenek kesayangannya.

Bagi Noe, peran neneknya tak ubahnya seperti peran seorang ibu. Berkat jasa neneknyalah ia bisa sampai ke perguruan tinggi. Banyak hal yang telah dikorbankan neneknya untuk dirinya. Tak ubahnya, Noe diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri. Terkadang membuat saudara-saudara sepupunya iri. Seperti halnya Tek Nda dan anak-anaknya.

Noe tak pernah tau apa alasan nenek memperlakukannya seperti itu. Padahal ada beberapa orang cucunya dari anak-anaknya yang lain.

Sepanjang perjalanan pikiran Noe terus dipenuhi dengan kenangan indah bersama neneknya. Mulai ia kecil sampai saat ini.

Noe masih ingat saat ia diantar oleh neneknya saat masuk esde. Kawan-kawannya yang lain di antar oleh ayah dan ibu mereka masing-masing. Sementara Noe diantar oleh neneknya. Namun tak menyurutkan semangat Noe untuk sekolah. Malah ia lebih senang diantar nenek dari pada diantar ibunya.

Masih lekat di ingatan Noe bagaimana cekatanya tangan nenek mengikat rambut Noe kecil. Rambut yang panjangnya sepinggang sering dikuncir. Sehingga membuat neneknya punya rutinitas setiap paginya.

"Minta ibu mengikat rambutmu. Nenek ada perlu sebentar," suatu pagi.

"Ngg mau. Maunya sama nenek."

Sepenggal kisah yang mampu menarik bibir Noe senyum-senyum sendiri. Jika ia ingat kebersamaanya bersama neneknya tak ayal mengundang deraian air mata.

Kini kenangan itu hanya tinggal kenangan. Kemana pun ia melempar pandangannya wajah dan kebaikan nenek tak luput dari pandangannya. Dan hal itu pula yang menyeret tekad Noe untuk terus menguak misteri kematian neneknya.

Beberapa saat lagi ia sampai di kampung halaman. Noe mulai tak sabar untuk segera melancarkan aksinya. Berhasil atau tidaknya aksi itu, tak menjadi persoalan bagi Noe. Yang ada dalam pikirannya mencari jawaban dari pertanyaan demi pertanyaan yang bersemayam dalam kepalanya.

Jam di pergelangan tangan kanan Noe baru menunjukkan pukulm11. 15. Tampak suasana di pangkalan ojek masih sepi. Hanya ada satu motor yang tampak parkir. Yaitu motor yang membawanya tepat di hari kematian neneknya meninggal.

"Ojek, Pak," ucap Noe menyapa si tukang ojek yang sedang asyik dengan gawainya.

"Noeee, udah lama ya?" Tanya tukang ojek sembari memasukkan hpnya ke dalam kantong jaketnya.

"Belum, baru aja sampai."

"Ngg di jemput ayah?"

"Ngg, Pak. Ayah lagi sibuk."

Tak menghabiskan waktu sepuluh menit, Noe sudah tiba di depan rumahnya. Tampak ayahnya sedang sibuk melayani pembeli. Seorang ibu-ibu paruh baya sedang memilih-milih telor ayam di kedai miliknya.

"Assalamualaikum," ucap Noe sambil langsung masuk kedai.

"Waalaikum salam....upsss orang rantau pulang kampung nih," ucap ayah Noe menyambut kedatangan anak semata wayangnya.

"Ha ha ha...rantau sebalik dapur," jawab Noe sambil mendekati ayahnya untuk bersalaman.

Pancaran kebagaiaan tergambar nyata dari wajah mereka berdua. Senyuman yang terukir di bibir merka menggambarkan bahwa mereka sedang dalam suasana bahagia.

"Ibu mana, Yah?"

"Ada tuh di dapur."

"Ibuuu," sorak Noe. Seperti anak kecil kehilangan ibunya.

Noe terus ke belakang menemui ibunya yang sedang sibuk di dapur. Mendengar suara Noe, ibunya menghentikan kegiatannya sejenak.

"Lho, kenapa ngg kasih kabar kalau mau pulang," ucap ibunya sambil tersenyum.

"Heee...mau kasih kejutan."

Melihat ibunya sibuk, Noe ikutan membantu ibunya. Walau hanya sekadar mengaduk-ngaduk santan dalam kuali. Namun susana seperti ini membuat Noe rindu akan kehadiran neneknya.

"Andai nenek masih ada ya, Bu," ucap Noe pada ibunya.

Mendengar Noe berbicara demikian, ibunya diam tanpa ada reaksi. Bukannya tidak mendengar apa yang barusan diucapkan Noe, tetapi sengaja untuk tidak menanggapi.

"Biar ibu saja, silakan bantu ayah di depan. Sepertinya banyak pembeli," ucap ibunya membuyarkan suasana.

"Ya, Bu," jawab Noe singkat.

Noe merasa menyesal telah mengingatkan ibunya tentang sosok neneknya. Sepertinya ibunya tak mau lagi larut dalam kesedihan. Ibunya mulai mengikhlaskan kepergian orang tuanya.

Berbeda dengan Noe. Ia masih penasaran dan akan terus menguak misteri itu. Misteri yang sampai hari ini masih tetap menjadi misteri. Ia lihat ibu dan keluarga besarnya sudah benar-benar ikhlas. Tapi tidak bagi Noe. Karena ia merasa kematian neneknya terasa sangat janggal.

Ia merasa ada sesuatu hal besar yang disembunyikan keluarganya tentang kematian neneknya. Terbukti dari omongan ayahnya, bahwa ada salah satu anggota keluarga yang tidak menginginkan jasad neneknya diautopsi. Dan hal inilah yang membuat Noe merasa tak puas hati. Hingga sampai hari ini masih menjadi pertanyaan besar dalam kepalanya.

Jangan bersedih, apapun yang hilang darimu akan kembali dalam bentuk yang berbeda.

#menulisitusedekah
#sumbarmanulih

Tarikan Magnet


PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 24)

Tarikan Magnet
By Noer Cakrawala

Sejauh apapun pergi, keluarga adalah tempat terbaik untuk pulang dan berbagi.

Satu persatu mata ujian sudah selesai diikutinya. Noe semakin tak sabaran untuk segera kembali ke kampung halamannya. Tinggal dua mata kuliah lagi yang akan diselesaikannya. Namun, waktunya berjarak beberapa hari. Hari selasa depan. Padahal hari Jum'at ini bisa saja ia pulang.

"Ngg pulang kampung, Noe," tanya Endang.

"Nanggung. Selasa ada ujian."

"Kan Minggu bisa balik lagi."

"Nggah ah, capek bolak-balik."

Kringgg...
Kringgg...

Pagi-pagi sekali hp Noe telah meraung-raung. Ia lihat jam wekernya baru menunjukkan pukul 6.10 wib. "Pasti ayah atau ibu," ucap Noe dalam hati.

Benar saja. Saat melihat layar hp terlihat panggilan masuk dari ayahnya.

"Assalamualaikum, Yah."

"Waalaikum salam."

"Masih tidur ya," ucap ayah Noe dari seberang."

"Mana ada. Kalah dong sama ayam kukuruyuk," jawab Noe.

"Mana ayah tau. Kan ayah ngg lihat."

"Ngg lah, Yah. Aku kan pejuang subuh."

"Alhamdulillah. Mau pulang kampung ngg hari ini?"

"Ngg, Yah. Nanggung tinggal dua mata kuliah lagi."

Noe dan ayahnya larut dalam suasana kebahagiaan. Hubungan emosi antara ayah dan anaknya kian mencair. Gunung es yang dulu membeku, kini telah meleleh pelan-pelan.

Noe semakin terbuka pada ayahnya. Begitu pun dengan ayahnya Noe. Sering menghubungi anaknya. Minimal sekali dalam dua sehari. Walau hanya sekadar menanyakan sudah salat atau belum.

Sudah banyak hal yang membuat Noe memanggil-manggilnya untuk segera pulang. Selain ada misi besar yang harus ia ungkap, suasana rumah juga lebih kuat tarikan magnetnya.

Noe telah membuat catatan-catatan kecil untuk keperluan penyelidikannya. Sudah ada skenario dan langkah kerja yang akan dilaksanakannya. Dalam hati Noe, "yang penting usaha dulu. Berhasil atau tidaknya itu urusan belakangan."

"Cie cie...yang dikangenin ayah tu," ledek Endang teman sekamarnya.

"Ya iya dong. Anak ayah gitu," jawab Noe enteng.

Kadang ia seperti bermimpi. Karena baru sekarang ia merasakan betapa hangatnya kasih sayang seorang ayah. Betapa kasih sayang seorang ayah itu lebih tinggi dari gunung. Begitu juga dengan kasih sayang seorang ibu lebih dalam dari lautan.

Banyak yang yakin mawar itu cuma bisa tumbuh di tanah, padahal juga bisa tumbuh di hati.

#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Mamburansang


Mamburansang
By Noer

Nan sahari tadi yo sabana angek sanak. Mangipeh2 awak dibueknyo. Sudah lah hari angek, nan suasana hati sato pulo tabaok rendong.

"Baa kok mantun tek nun?" Tanyo kulik pisang.

"Antah lah. Baa ko lah mako saangek ko hari. Nan batang kayu lah samakin bakurang juo, tantu ndak ado nan manghalangi paneh matoari.

Baru sajo tek nun mancaliak hp, lah tampak status tek mia jo mak cano. Tek mia sabana mamburansang mancaliak tontonan malam tadi. Bak kecek mak cano, disabuiknyo sagalo caruik. Sampai tabusai isi paruiknyo. Lah lunak tipi dimato tek mia.

Baa ka indak sanak. Sarancak2 itu anak gadih bisa lo bagaya mode tu. Dan tek nun yakin mereka nan tampil di tipi samalam bukan sembarangan anak gadih. Tapi anak2 nan bapendidikan. Sebagian besar alah manyandang gala sarjana.

Tapi sanak, ndak nan ka disabuik lai. Mancaliak baju nan di pakainyo, yo ma uruik dado wak deknyo. Baju nan dipakai haragonyo salangik, tapi samo jo batalanjang. Awak lo nan malu mancaliaknyo.

Baa ndak ka mamburansang tek mia. Nyo ampeh an buliah tipi tu. Ndak ado nan sinereh baju gadih2 rancak tu do. Baju lai ma apuih lantai, tapi balah nyo maaaak...saluang se lah nan ka manyampai an.

"Baa nyo tek mia, sia nan manang malam tadi," kecek tek nun manelpon tek mia.

"Ka dek den du. Sia nan ka manang lah. Ndak ado labo rugi nyo dek den do," jawek tek mia jo emosi.

"Ondeh...baa ko emosi kali tek?"

"tek nuuun...indak kok manonton tipi. Lah heboh urang se Indonesia nan tek nun mode urang ndak tau juo."

"Ndak manonton baa pulo kecek etek ko?"

"Yo kok lai manonton baa ndak tau. Lah heboh urang dek paja nan santiang tu a"

"Sia tek?"

"Alah maaak...yo sabana tulalit tek nun ma. Ndak nan tantu ciek juo. Tu apo nan tek nun tonton."

"Nonton soimah galak2."

"Ondeh...iyo sabana ndak uptudate tek nun ko do. Tanyo2 lah ka uda goole beko. Tek mia maleh mancaritoan. Manambah2 karuik kaniang se tu nyo.

Dek lah mode tu, mako tek nun tutuik sajo pembicaran samo tek mia. Tek nun langsuang tanyoan ka uda google apo nan tajadi samalam. Ruponyo iyo..sila 1 sampai 3 lancar. Tibo di sila nan ka 4 jo ka limo, lah bakateloh lidah paja. Ndak tantu nan ka nyo sabuik lai.

Patuiklah mangkaturuah caruik tek mia. Ndak ciek2 nan mabuek samak incek matonyo do. Sudahlah pancasila ndak hafal, baju banyak lo nan tabukak dari pado nan tatutuik.

Nan mak cano bukannyo mambela tek mia, malah babelok mambela urang nan dalam tipi tun. Batambah murka molah tek mia. Mako e batambah2 angek kapalo tek mia. Sampai sanjo tadi masih alun reda tek nun danga lai. Masih ba turo2 juo baru.

"Kok ka baturo2 ndak usah manonton tipi diak," sapo mak cano.

"Tu baa dek uda, ndak buliah adiak manonton?" Jawek tek mia jo emosi.

"Buliah lah, baa pulo ndak ka buliah. Awak nan mambali mah. Tapi jan manonton nan ka mambuek sakik kapalo," kecek mak cano.

"Sakik kapalo lai indak do, tapi sakik hati."

"Itu nan labiah parah diak. Ka batambah pulo panyakik dek manonton, jua se lah tipi tu lai. Manambah-nambah pitih kalua sajo tu nyo."

Uda baa ko. Sagalo ndak buliah se dek uda mah. Manggaleh online ndak buliah, kini manonton tipi ndak pulo buliah, kok ndak bunuah se lah mia dek uda lai. Nak sanang bana hati uda."

Ondeh...tambah manjadi2 tek mia sanak. Tek nun ma ilak cah lu. Beko jadi pembunuh tak berwajah pulo tek nun beko.

Assalamualaikum...

#menulisitusedekah
#menulisituibadah

Tabik Paluah


Tabik Paluah
By Noer

Sabana sanang hati tek nun mancaliak kulek mak cano sanak. Lai saroman nan lamo juo kuleknyo baru. Apo lai kok batamu kalio jariang...ondeh maaaak? lupo jo nan lain. Ndak ka takana bagai nan lain do. Jan kan tek mia, jo dirinyo sajo bisanyo lupo.

"Lai raso garam samba tek nun, Mak" tanyo tek nun sambia mangunyah karupuak jangek.

"Lai Nun, sabana badaceh. Antah bilo lah tek mia kau ka salamak iko masakannyo."

"Tek mia kan lai jenggo pulo mamasakannyo Mak."

"Lai. Tapi labiah jenggo tek nun lai. Labiah lamak karanyak tangan tek nun lai," jawek mak cano sambia ma apuih paluah di kaniangnyo.

Batambah barek badan tek nun mandaga pujiaan mak cano sanak. Lapeh panek2 badan dek nyo.

Apo lai mancaliak suok mak cano, ndak tangguang sanang hati do sanak. Raso di agiah pitih bakaruang jo ameh babungkah tek nun raso e.

Ko raso2 ko sanak. Tapi kok ado pitih bakaruang jo ameh babungkah tantu ndak mungkin pulo tek nun tolak do. Baa agak ati sanak, lai cucok tu?

Ndak lamo sasudah makan, lah tadanga babunyi hp mak cano. Ba video call bagai. Bacaritoan sado alah e. Mungkin lai samo tek mia tu. Tapi dicaliak kurenahnyo agak lain rauik muko mak cano. Senyum2 baa lah tu a. Payah lo tek nun manjalehkan. Tapi nan jaleh senyum bahagia.

"Yo lah Sutan. Ambo erak langkah ambo lu. Ko kawan2 lah ma imbau2 a," kecek mak cano ka sumandonyo.

"Jadih, Da. Bia lah ambo anta an uda ka hotel tampek seminar tu."

"Ndak usah sutan. Jo gojek sajo lah ambo ka situ." Nan kecek mak cano ba baso basi.

"Ndak a do Mak. Bilo lo Mamak ka naiak oto kami lai." Jawek tek nun.

"Ndak usah. Ko gojek lah mamak pasan ."

"Lah bapasan kali mak. Kok mantun ka baa pulo lai. Ndak mungkin pulo dibatalkan," kecek sutan. Dalam hati sutan, " rancak molah, ndak panek den."

Mak cano lah ma hilang dibaliak paga di baok dek gojek. Nan sutan langsung ka tabek malanjuik an hobinyo. Manciang maniaaaa...nan markonah lah sibuk pulo jo hp nyo. Tinggalah tek nun jo piriang kumuahnyo.

Mulai lah tek nun mambasuah piriang. Lah kebiasaan tek nun dari kaciak. Basarok matonyo mancaliak nan kumuah2. Sahinggo sabalun salasai basuah mambasuah alun ka kalua bagainyo dari dapua do.

Kringgg...
Kringgg...

Tadanga hp marawuang panjang. Tek nun nan sadang mancuci piriang bagageh ma apuih tangannyo jo cilemek nan masih tagantuang di lihianyo. Sudah tu langsung ba ambiak hp. Ruponyo tek mia nan manelpon.

"Assalamualaikum, Tek," kecek tek nun.

"Waalaikum salam." Sadang manga tek nun ko?"

"Ko sdg mancuci piriang tek. O iyo, pakirim etek lah sampai. Tarimo kasih banyak2, Tek." Nan kecek tek nun jo hati sanang.

"O lah tibo Mak Cano di Bukik? Yo karambie cukie laki den nan surang ko. Kalau lah kalua dari rumah ndak kan takana bininyo nan bohay ko dek nyo do."

"Bato tek, baa kok angek sakali kabel. Alun kok manelp mak cano ka etek lai?"

"Lai alun lai. Lah balangau den dek manunggu telpon, sampai kini ndak babunyi2 hp ko do."

"Bukannyo tadi mak Cano lah manelp etek. Video call nampak dek tek nun tadi."

"Video call? Jo sia?" Tanyo tek mia lah jo suaro emosi.

"Antah lah. Tadanga dek tek nun lai jo etek tadi."

"Yo kalera gadang mah. Lah mode caciang kapabeh an deyen dek manunggu telpon, rupo e nan lain pulo nan ditelponnyo. Patuiklah sibuk se hp nyo dari tadi."

Suasana makin paneh. Tek mia lah mode urang kanai sijundai. Mangecek ndak ado titik koma nyo.

Ndak bisa mangecek tek nun dibueknyo do. Ka dimatian hp kok nyo kecek an pulo tek sekongkol beko. Tantu tapaso diam se lai. 'Ah 'ih 'uh 'eh 'oh sajo lah tek nun lai. Takuik tek nun. Kok dilawan kalua pulo siampa kaleranyo beko.

Tapaso tek nun danga sajo sabanta. Lah panek kabaranti juo nyo.

"Yo lah tek nun. Ambo telpon lah sabanta lu. Ko ndak amuah di bia2 kan sajo do," nan kecek tek mia.

"Yo lah tek. Cubo lah telpon lu. Beko tek nun tolong an pulo manelpon," tek nun ba usaho maredam emosi tek mia.

"Yo, ssalamualaikum."

Hp langsuang mati. Tabik paluah tek nun mandanga an tek mia mamburansang. Antah apo ko lah nan ka tajadi ko sanak. Ndak lamak perasaan do. Ka balakang lah tek nun sabanta lu.

#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Ulah Pao Itiak


Ulah Pao Itiak
By Noer

"Lah dima Mak?"

"Ko masih di pasa koto baru. Macet," jawab Mak Cano dari subarang.

"Sorang se Mak?"

"Iyo." Jawab Mak Cano.

Mandanga Mak Cano lah di Koto Baru samakin bagageh tek nun di dapua. Samba nan masih di dalam kuali basalin ka mangkuak. Ndak tangguang sanang hati tek nun dek arok ka basobok jo kakak. Yo lah ampia lo satahun ndak basobok. Samanjak rayo lai, lah ka rayo pulo sakali lai baru ka batamu.

"Markooooon," sorak tek nun ma imbau Markonah.

Mode ko lah kini anak gadih. Ndak tantu dek karajo. Kok karajo samo jo paek. Kok ndak di tokok ndak makan mato e do. Beda jo awak sa isuak.

Kok awak sa isuak, tadanga sajo sanduak bacakak jo pariuak tibo sakali di dapua. Kok pagi ba itu pulo. Tadanga sajo tangkelek ba bunyi langsuang jago.

Kini, lah bakatuntang awak di dapua nan anak gadih co urang ndak tau se. Nyo sibuk sajo jo hp. Kadang co urang gilo. Nan galak2 surang lai juo.

Apo lai samanjak ado tak tik tok ko a, batambah banyak urang nan ka gilo. Agak marusuah keadaan kini. Nan gilo sajo alun tantu ka sehat lai. Nan ka gilo lah banyak pulo antriannyo.

Ondeh, indak tadanga awak mamimbau dek inyo do. Di ulangnyo sakali lai dek tek nun

"Markonaaaaaah," sambie manokoh belek kosong jo sendok pangacau samba.

"Iyo buk, sabanta," jawab markonah sambi balari ka dapua. Nan hp jo handset ndak lapeh dari talingo.

"Sabanta ka sabanta juo. Lah cabiak muncuang den dek ma imbau indak juo tadanga. Pakak kok talingo?"

Naiak darah tek nun ka ubun2 mancaliak nak gadihnyo. Untuang lai takana jo nan bana dek tek nun. Kok indak lah habih markonah nyo rapai rapai. Manggaritiah tek nun mancaliak.

"Sabanta lai Mak Cano tibo lai. Jan mode urang gilo juo. Atau taragak lo nak mancaliak Mak Cano berang?"

"Emang pamberang Mak Cano, Buk?" Tanyo markonah ka tek nun.

Ko nyo anak2 kini. Ndak tantu awak nan berang dek inyo do. Lah manggalagak banak awak dek berang, inyo mode urang ndak basalah se. Ka baa kecek awak. Kok ka di siampa kalera juo ayahnyo nyo lah payah mancarian makan. Nan awak induak nyo baitu pulo. Dari ketek lah bagadangan. Kini lah gadang ka di bangak2 juo. Tantu ndak mungkin. Tapaso saba dipabanyak.

Mancaliak mandenyo berang, nan markonah malapeh an handset dari talingonyo. Nan hp nyo latak an dalam katidiang bawang.

Diangkeknyo mangkuak nan lah diisi samba dek tek nun ka ateh meja. Mulai dari goreng baluik, kalio jariang dan itiak lado ijau. Dan ndak lupo anyang pucuak kalikih. Nan karupuak jangek tantu ado pulo. Disusun lah sasuai parentah. Kalau salah2 latak bisa bakatuntang muluik tek nun. Karano tek nun ko urang nyo sabana jelimet.

"Assalamualaikum," tadanga suaro dari lua.

"Waalaikum salam."

"Capek bukak pintu. Mak Cano mungkin tu," kecek tek nun ka markonah.

Nan tek nun bagageh ka balakang ma imbau laki atu2nya.

"Emang laki tek nun bara urang?" Tanyo pisau kater.

"Lai ciek baru."

"Tu kabatambuah kok tek nun?"

"Antah...ciek sajo lah ndak usak, kabatambuah pulo nan ba sabuik."

"Udaaaa oi udaaaa, Mak Cano lah tibo," sorak tek nun sambie malambaikan pisau kater di tangan suok.

Ondehhhh...tasirok darah laki tek nun nan sadang mancing mania di tapi tabek.

"Indak do diak, ampun. Lai ndak ka uda ulang lai," jawek uda tek nun sambia ba mohon2.

"Dek apo uda. Mako e jan manciang ka ma manciang juo pangana. Ilang aka dek nyo tu."

"Indak lai diak, indak," masih jo raso takuik.

"Capek lah daaa. Mak cano lah tibo ko a."

"Yo jadihhh..tapi jan lah malambai2an pisau juo. Lamah jantan uda.

"Jan lamah sakali. Ndak ibo uda jo bini nan bohay ko," manjawek sambia bagarah.

"Panjang kok Macet, Da?" Tanyo laki tek nun ka Mak Cano.

"Iyo. Lah bakuah badan dek duduak."

Dek lamak carito lah lupo se tek nun ma ajak Mak Cano makan.

"Lah kariang nasi diak?" Tanyo laki tek nun.

"Alah...dari tadi lai. Molah makan awak lai Mak. Ko basangajo bana mambuek samba nan katuju dek mamak ko?" Kecek tek nun.

Nan mak cano baitu pulo. Lah naiak jakun2 nyo mancaliak paho itiak. Lah raso di bibia tapi cawan. Kok dibandiangkan jo masakan tek mia, alun basuo2 lai. Tek nun masih juara kalau masalah masak mamasak.

Ulah paho itiak balado, lupo jo tek mia. Lupo ma agiah tau baraso mak cano lah tibo di bukik. Antah apo pulo nan ka tajadi. Kito danga pulo status tek mia bisuak.

#virusbahagia
#membagienergicinta
#menebarvirusbahagia

Sepenggal Pesan


PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 23)

Sepenggal Pesan
By Noer Cakrawala

Makin keras pertempuran, makin indah kemenangan.

Dua minggu sudah Noe berada di kampusnya. Beberapa tugas telah selesai ia kerjakan. Sesekali ia harus begadang untuk menebus ketinggalan materi. Dan ujian semester kian mendekat.

Noe seperti tersulut emosi saat mengingat ujian semester. Artinya sebentar lagi ia bisa kembali ke kampung halamannya. Karena ada misi besar yang harus ia tuntaskan.

"Udah Noe...masih ada hari esok," tegur Endang teman sekamarnya.

"Iya dikit lagi."

"Awas...ntar laptop protes lo."

"Maksudnya?"

"Masa ia tak boleh istirahat. Siang atau malam tak ada jeda. Ntar subuh di bangunin lagi."

"Laptopnya baik kok. Ya kan laptop?" Noe seakan memaksa laptop untuk mengatakan setuju.

Tanpa menghiraukan Endang teman sekamarnya, Noe terus menghentak-hentakkan jemarinya di keyboard laptop. Sesekali berhenti untuk membolak balik buku referensi. Kemudian lanjut lagi mengetik.

Irama hentakan jemari Noe terasa indah di telinga. Endang yang sedari tadi membaringkan tubuhnya di kasur mulai terlelap. Tinggallah Noe dengan seabrek tugas kuliahnya.

Jam di layar laptop baru menunjukkan pukul 21.12 wib. Namun suasana di kos sudah mulai sepi. Hanya suara musik yang terdengar dari kamar yang sebelah.

Tung
Tang

Sebuah notifikasi pesan masuk membuyarkan konsentrasi Noe. Ia alihkan pandangannya ke arah sumber suara. Kemudian memutar badannya untuk mengambil hp dari dalam tas.

Sedari siang Noe tak begitu peduli dengan hpnya. Selain banyak tugas yang harus diselesaikan, ia sengaja menahan diri untuk menghindari penggunaan hp terlalu lama. Karena kepalanya masih sakit jika terlalu lama menatap layar hp.

Ini saja untuk berada di depan laptop ia sudah menggunakan kaca mata anti radiasi. Padahal keluarganya tak punya riwayat pakai kaca mata. Tapi semenjak ia sakit, kepalanya sering sakit jika terlalu lama menatap layar hp atau laptop.

Saat mengusap layar hp, rupanya bukan sebuah pesan yang tampil, tapi sebuah pengingat yang entah kapan dibuatnya.

["Noe, kalau kamu benar2 menyayangi nenek, segera bongkar penyebab kematian nenek. Karena ada sesuatu yang tidak beres!"]

Sepenggal tulisan yang langsung menerbangkan pikiran Noe ke kampung halaman. Sepenggal pesan yang kembali mengingatkan Noe pada barang bukti dan nama-nama orang yang akan diwawancarainya.

Noe kembali membuka buku memo yang ada dalam tasnya. Sebuah buku berwarna orange dan bermotif batik mengaduk-ngaduk pikirannya. Sebuah catatan kecil yang kembali membawanya pada suasana yang sebenarnya tidak diinginkannya. Namun ia pun tidak bisa mengelak dari keadaan. Semua sudah menjadi ketetapanNya.

Sekuat apapun perasaanmu pada satu nama, pada akhirnya akan tetap tunduk pada ketetapanaNya.

#virusbahagia
#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Dek Karano

Dek Karano
By Noe

Ndak tantu nan ka di sabuik lai. Yo angek2 kapalo tek nun mambaco status tek mia. Lah samakin ndak nyaman sajo pandangaran. Nan tek nun lah mode kuciang ka baranak sajo. Puta kiri puta kanan sajo karajonyo samanjak sudah sumbayang subuah tadi.

"Manga mode kuciang ka baranak se diak?" Sapo laki tek nun.

"Caliak lak dek Uda apo nan nan ditulih dek tek mia."

"Apo tu?"

"Yo caliak lah. Mako e Uda jan main ula2 juo. Ndak tantu apo berita nan sadang viral."

"Tunggu cah. Ko ula uda sabana lah gadang ko a"

"Alah tu. Bia se lah ula tu. Uda baco lah sabanta apo nan ditulih dek tek mia."

"Tunggu cah. Stek lai a. Beko mati ula Uda."

"Ondeh mandeee....bia se lah lu. Kok mati beko adiak tolong ma iduik an baliak. Lah parang urang ula2 ka ula juo dek Uda ko lai."

Naik tensi tek Nun mamcaliak lakinyo. Nan pangana tek nun ndak ado salain ka anak bujangnyo nan surang tu. Raso2 ka batingkuluaknyo pulang. Kok dakek amuah tek nun langsuang malompek ka rumah Mak Cano.

"Udaaaaaaa..." pakiak tek nun ma imbau lakinyo.

"Iyo adiak sayangggg. Apo tu pagi2 lah heboh. Makan gai lah abuih ubi ko dulu a, beko lah olah vocal tu."

"Ndak basalero adiak mancaliak abuih ubi tu lai."

"Baa kok mantun. Lah patah salero pulo baliak. Rancak lah tu. Bia baradiak pulo Markoni. Pado langang-langang sajo awak."

"Alah mangecek tu, Da. Pado mangecek rancak haniang."

"Tu baa. Tadi basuruah uda mangecek. Lah mangecek uda basuruah pulo haniang."

Lah ribuiklah nan sapagi ko. Nan laki lah paniang lo mancaliak bini nyo nan bohay tu. Ka berang baa lah, sayang lah tatuntuang habih. Ndak ka berang pagi2nyo lah mamburansang.

Dek mode tu, mandakek lah uda tek nun. Dipaciknyo langan bini tersayang jo pacik sayang. Dalam hati, " kok bisa lah dikunyah2 antahnlah. Galigaman den. Paginyo lah ribuik co ayam ka batalua." Kecek laki tek nun sambia manahan emosi.

"Jadi apo nan ditulih dek tek mia tu diak?"

"Jadi alun juo uda baco status tek mia tu lai?"

"Yo baa uda ka mambaco. Adiak mangecek lah co patuih tungga. Ndak konsentrasi uda mambaco do. Padahal dalam hati," ndak itu pulo ka den baco do." Tapi basaba2an bia bini ko agak tanang.

Dek laki lah agak ma unjua, mako mulai lai tek nun mamcaritoan apo nan tajadi di tampek Mak Cano. Di sampaikanlah kekhawatiran ka laki. Khawatir kalau Markoni anak bujang satu2nyo kanai pangaruah nan bantuak dalam tulisan tek mia tu.

Ha
Ha
Ha

Badarai lah galak uda tek nun mandanga an carito bini. Tabayang dek inyo kalau anak bujangnyo ka batingkuluak. Baa pulo lah ka bantuak nyo tu. Anak laki-laki batingkuluak jo bagincu. Tantu batambah pulo pengaluaran mak rumahnyo. Tabayang pulo markoni ka mambali pensil alis zigzag.

"Kan udaaa...adiak caritoan nan sabananyo bukan prihatin. Malah galak nan ba pagadang."

"Baa uda ndak ka galak. Tabayang markoni dek uda basolek bantuak adiak. Tiok ka pai ndak sadang hari satangah jam ba badak do."

Ha
Ha
Ha

Akhirnyo sato pulo tek nun galak. Nan berang2 tadi lah lupo sajo. Iko nyo ka pandaian laki tek nun. Bara kaberang tek nun, kalau lah kanai rasok habih pakaro. Antah ilmu apo pulo ko lah nan dipakainyo. Sahinggo bisa mamadamkan api kemarahan nan sadang bagajolak.

#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Dek Karano



"Baa kok lamo bana ma angkek hp tek?" Tanyo tek nun dari subarang.

"Eh...tek nun ma. Maaf, tadi tek mia ka pasa sabanta. Apo kaba?"

"Ndak ado do. Lah taragak lo tek nun jo tek mia. Apo nan babali ka pasa kok salamo itu bana?"

"Ndak tantu se nan ka dibali do. Rencana ka mambali nan kasamba untuak laki tersayang. Tapi dek baganyia samalam lah hilang se aka etek di pasa."

"Tu apo nan etek bali."

Baru sajo ma anyak ikua di rumah, bukannyo ma masak, ma ota lamak lah sumandan pasumandan ko. Yo badaso bana Mak Cako dapek bini. Sabana sa iyo sakato bana jo tek nun. Sa salero bana jo tek nun.

Kadang Mak Cano heran2 se. Baa kok saparangai bana lah bini jo kamanakan ko. Padahal urang ko sabalumnyo ndak saling kenal do. Antah apo pulolah mako e sa ide bantuak tu.

"Tu ka etek pangakan talua ayam tu?"

"Antahlah. Ndak tantu do. Dipangakan rancak tek nun?"

"Dibuek kabola amuah juo tu tek. Atau untuak mambae kapalo botak Mak Cano?"

"Ma agiah ide nan ka iyo2 se lah tek nun. Jan nan ka mambuek cakak juo. Baru samalam etek bacakak jo Mak Cano baru."

"Haaa bacakak baa pulo. Jan bacakak2 juo. Beko tek nun carian Mak Cano bini ciek lai beko."

"Kok lah panek mangecek kecek an se lah tek nun. Jan disuruah lo etek marando. Tek nun kecek an sanang iduik marando." Emosi tek mia mulai tagak tali.

"Iyo Tek Mia ndak lo ba agak2. Maso lah sa gaek2 bacakak ka bacakak juo. Kok ndak katuju Mak Cano lai, kecek an dari kini2. Kan jaleh lo kama ka di arahan kapalo oto ko."

Lah hampia sa jam manelpon, alun juo sudah2 lai. Lah nak manateh lo talua ayam nan ba bali dari pasa cako masih juo manelpon urang nan baduo ko.

"Alah manelpon tu Tek, lah angek2 den ko a," protes talingo.

"Saba lah lu. Kok ndak amuah karajo samo anti jadi talingo. Jadi kupiang gajah se," nan kecek Tek Mia.

"Bato tek. Kareh bana mah. Nan sabana e lah. Amuah etek ndak batalingo?"

"Jan lai. Sadangkan ndak pakak lah kanai bangak juo. Apo lai kok ndak batalingo."

Lah baterai sajo nan mamisahkan urang nan baduo ko. Antah hp sia nan alah habis batrainyo. Nan jaleh prmbicaraan urang ko taputuih tanpa ado kato2 penutup.

"Astaga...alah jam satangah duo baleh," pakiak tek mia mancaliak jam dindiang.

Sabanta lai tibo pulo Mak Cano di rumah untuak makan siang. Nan samba alun juo masak lai. Apo lah nan ka dijawab beko kalau mak cano pulang.

Mako bagageh2 lah tek mia mambao talua nan ba bali di pasa cako ka dapua. Dek saking capeknyo baradu lah talua cako jo suduik meja.

Mancaliak talua pacah, lah pacah pulo pangana tek mia. Iko pertando apo. Jan jan mak cano? Babagai macam dalam pikiran tek mia. Takana sakali kesalahan malam tadi mambalakangi laki lalok. Langsuang tasirok darah di dado.

Ndak tantu nan ka disabuik lai. Sahinggo tek mia ndak jadi mamasak. Nan hp bacari sakali untuak manelpon laki tersayang.

Kringgg...
Kringgg...

Hp Mak Cano ndak aktif lai...

#menulisitusedekah
#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Panggil Aku Tek Nun

"Tek Nuuun!" sorak seseorang memanggilnya.

Sebuah panggilan kampung yang membuat banyak orang bertanya-tanya.

Mengapa harus dipanggil  Tek Nun?
Mengapa tidak Nur?
Atau,  Noer?
Mengapa harus panggilan ndeso?

Mendapatkan pertanyaan kepo seperti itu, Tek Nun menanggapinya dengan wajah sumringah.

"Lo...dipanggil dengan panggilan ndeso kok malah bahagia, lo waras?" ucapmu sambil terus membaca ceritanya.

Anda penasaran dengan kelanjutan ceritanya?
Silakan miliki buku Panggil Aku, Tek Nun  untuk mendapatkan jawaban dari rentetan pertanyaan tersebut. Dengan membaca buku ini Anda ikut kecipratan energi cinta yang terdapat di setiap kisahnya.

Pensil Alis Zigzag


#tantanganharike_49
#tantanganmenulismediaguru

Pensil Alis Zigzag
By Noer

Seorang ibu tampak bolak balik seperti setrikaan kurang panas. Padahal listrik menyala dan tak ada tanda2 spaning turun.

"Napa, Bu?" Tek nun mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

"Anu anu anu..." jawabnya bingung.

"Anu anu apa bu?" Giliran tek yang bingung.

"Ini," jawabnya sambil jarinya memberi isyarat.

"Apa?"

"Anu"

"Waduh...Tek nun kian bingung.

Tak mau seperti orang amnesia, tek nun menghampiri dan memegang bahu si ibu.

"Ibu mencari apa?"

"Ini, sambil menunjuk alisnya."

Ha
Ha
Ha

"Ngomong dong dari tadi. Makanya kalau kerja selesaikan satu2. Jadi ngg buru2 amnesia," jawab tek nun menjelaskan panjang lebar.

"Ini namanya pensil alis. Bukan pensil pak tukang."

"Ya aku tahu. Makanya aku cari2. Ngg liat apa alisku botak begini."

"Makanya kalau lagi dandan jangan chattingan mulu."

"Udah2. Ngg usah cerewet. Ntar alisku zigzag lo."

E
G
P

#virusbahagia
#membagienergicinta

Senin, 02 Maret 2020

Pencuriii....(IDE)

Pencuriii....(IDE) By Noer

Priiiiiit...

Raungan pluit memaksa Tek Nun untuk menghentikan motor tuanya dengan paksa. Seakan suara pluitnya tepat di pangkal telinganya. Sebuah motor gede dan seorang polisi berseragam lengkap menghampirinya.

"Selamat siang...silakan keluarkan ktp dan sim," perintahnya dengan tegas.

Tek Nun yang belum pernah berurusan dengan polisi ciut juga nyalinya. Dalam hatinya, "ini polisi apa malaikat penjaga neraka?"

"Napa Tek Nun?" Tanya lampu merah.

"Bukan wajahnya saja yang sangar, suaranya pun mengalahkan suara bom hiroshima."

"Emang Tek Nun pernah dengar?"

"Pernah."

"Boong.."

"Benar...dengar ceritanya."

"E alahhhh."

Setelah ktp dan sim di tangan polisi, bukannya ia diam. Malah menambah volume suaranya. Lampu merah yang barusan bertukar hijau kembali merah karena kaget mendengar suara pak polisi.

"Saya tunggu anda di kantor!" Ucap polisi itu sambil berlalu serta membawa ktp dan berkas yang lainnya.

Asli manggaretat lutut Tek Nun. Tak tau apa yang harus dilakukannya selain mengikuti perintah polisi itu. Semua berkas dan surat menyurat motor kendaraan pergi bersama si sangar itu.

Padahal baru bulan kemaren Tek Nun mengurus pajak agar tak berurusan dg orang2 seperti itu. Selain itu Tek Nun termasuk orang yang taat pada aturan. Alhamdulillah...

"Anda yang bernama Tek Nun?" Tanya salah seorang petugas.

"Betul dan benar sekali." Tek Nun menjawab dengan mantap.

"Surat2 anda semua lengkap. Hanya saja di ktp terdapat data yang fatal dan sangat mencurigakan."

"Maksud, Bapak?" Dengan suara lemah gemulai.

"Biaso se lah gaya Tek Nun," ucap tali sepatu pak polisi.

"Tenang aja lah kau. Ini aku udah manggaretat ini aaaa," tek nun mulai panik.

Tek panik. Selama ini tak ada masalah dengan ktp nya. Apa pula hubungan ktp dengan urusan kendaraan bermotor? Sim ada, stnk punya. Motor milik sendiri. Apalagi yang salah?

Berbagai macam pertanyaan dalam krpala Tek Nun. Sejak punya ktp baru kali ini ktp nya bermasalah.

"Sejak kapan anda mencuri?" Tanya polisi dengan suara besarnya.

Saraso patuih tangah hari Tek Nun mendanga pertanyaan pak polisi. Mata Tek Nun tampak melotot dan mulutnya separo menganga.

"Apa? Saya mencuri?" Menjawab dengan nada suara bergetar.

Melihat tek nun ketakutan dan mendengar suaranya bergetar, polisi semakin yakin dengan apa yang dilihatnya. Ia berniat akan mengusut tuntas apa yang selama ini di sembunyikan tek nun.

"Bapak yakin dengan apa yang barusan di tuduhkan kepada saya?" Tanya tek nun dengan tenang.

"Yakin dengan data yang ada," jawab polisi.

"Dataaa... maksud, Bapak?

"Ini" sambil menyodorkan ktp.

Tek nun memperhatikan ktp nya lamat2. Tak ada yang aneh dari ktp itu. Warna birunya masih bagus. Foto masih terlihat dengan jelas. Huruf dan angka tak ada yang rusak.

"Maksud, Bapak apa ya? Tanya Tek Nun tak mengerti.

"Anda lihat data di bagian pekerjaan. Mengapa di sana tertulis pekerjaan: 'PENCURI IDE," ucap polisi itu dengan kesal.

Mendengar penjelasan pak polisi, Tek Nun tampak tersenyum bahagia. Ketakutan yang sedari tadi menguasai diriny terbang ke udara bersama kepulan asap rokok pak polisi. Akhirnya tek nun kembali merasa lega. Ia yakin bahwa beberapa menit lagi ia akan keluar dari kantor polisi ini dengan senang dan bahagia.

"Ayo jawab, perintah polisi masih dengan suara garangnya.

"Ya Pak. Benar saya seorang pencuri. Ini beberapa barang bukti saya bawa," sambil menyodorkan hp ke tangan polisi.

"Whattttt....sambil melotot dengan mata besarnya. Maksudnya ibu seorang pencuri," ucap polisi itu dengan tepuk jidad.

"Iya. Tepatnya pencuri ide."

"Bilang dong dari tadi, Bu."

"Apa yang mau saya bilang. Saya aja ngg tau apa salah saya. Bapak juga sih, ngapain juga saya dibawa ke sini." Ucap Tek Nun balik menyerang.

"Ya sudah. Silakan ibu keluar. Dengaan syarat jangan jadikan saya sebagai tokoh kejam dalam cerpennya," ucap polisi sambil bermohon

"Ya... ya... siap, Pak. Kalau tidak lupa. Kalau lupa maafkan saya."

"Kena lo," ucap Tek Nun dalam hati. Sambil keluar ruangan dengan perasaan lega.

Melihat itu perlu dengan pemahaman yang tinggi. Karena yang terlihat belum tentu apa yang sesungguhnya terjadi.

#menulisitusedekah
#virusbahagia















Sabtu, 29 Februari 2020

CakraWala (1)



CakraWala (1)

Tak Ada Pilihan
By Noer

Sederhana pikiran bukan berarti kalah. Rendahnya hati bukan berarti hina.

"Seburuk itukah diriku di matamu Cakra?" Ucap Wala dengan deraian air mata.

Anak yang ada dipangkuannya mendekap Wala dengan erat. Seakan ia mengerti apa yang dirasakan ibunya. Si kecil merengek tak mau berpisah darinya.

"Kau camkan itu. Jika masih tak kau ubah kebiasaanmu silakan tinggalkan rumah ini," ucap Cakra sambil keluar rumah dengan bengis.

Wala diam seribu bahasa. Kemudian terduduk di sofa ruang tengah. Ia tak habis pikir. Mengapa suaminya sampai semarah itu. Padahal apa yang ia lakukan tak seburuk apa yang suaminya tuduhkan.

Wala semakin bingung. Tak bisa ia berpikir. Pikirannya buntu. Tak menemukan jalan keluar. Ingin ia menyudahi pernikahannya. Namun melihat anak-anaknya niat itu segera surut.

Cakra dan Wala adalah pasangan muda. Saat Wala dipersunting Cakra ia masih sangat muda sekali.

Adakah yang bisa menjawab?

Tujuh belas?

Delapan belas?

Sembilan belas?

Atau?

Semua jawaban di atas salah. Yang ada Wala dipaksa nikah oleh ibunya dengan Cakra saat berumur enam belas tahun. Saat ia masih duduk di kelas sembilan sekolah menengah pertama.

Jika mengingat masa-masa itu, hati Wala seakan teriris-iris lalu diasami. Perih dan akan selalu perih.

Ia korbankan masa remajanya demi kebahagiaan orang-orang yang ia cintai. Demi kepuasan orang tuanya. Demi senyuman merekah di bibir orang-orang di sekelilingnya.

Apakah Wala ikhlas?

Terpaksa ikhlas. Karena ia tak punya pilihan. Beban berat yang dipikulkan ke pundaknya harus ia terima. Walau harus menanggung derita.

Jika punya pilihan maka pilihlah yang terbaik. Namun jika tak punya pilihan maka lakukanlah yang terbaik.

#menulisterus
#terusmenulis









Kamis, 27 Februari 2020

Baju Karuang Simin


Tek nun cubo pulo baraja manjaik nyo sanak. Kecek urang, kalau pandai wak manjaik tapokok murah mambali baju. Baa ka indak, bali kain agak duo atau tigo meter, lah dapek lo baju sahalai. Paliang maha tapokok saratuih ribu lah babaju rancak pulo tek nun.

Baa sanak, lai cocok paretongannyo tu?

Mako, mulai lah tek nun baraja di kelas manjaik nan terkenal tu. Pertemuan partamo, dimulai jo materi tanyo jawab tentang warna kain. Tantu iko pertanyaan enteng bagi tek nun. Tek nun bae menjawab sarupo banyanyi.

Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya...dst

Pelangi-pelangi alangkah indahmu....dst

Dek nyanyi sangkek kaciak-kaciak tantu lai mudahnyo. Dek ingatan lai lo masih kuaik. Tapi kadang iyo lah banyak nan lupo dari pado nan takana. Kadang tabaliak-tabaliak. Tapi yang penting banyanyi.

Itu hasil pertemuan partamo. Baraja mengenal warna. Mungkin pak guru ko ma uji2 ingatan. Maklum kapalo muridnyo lah tumbuah uban ciek-ciek. Untuang tek nun lai basongkok kapalo, tantu lai ndak nampak dek pak guru lah ba uban atau alun. He....

Pertemuan kaduo, mulai maningkek. Pak guru mulai memperkenalkan babarapo contoh pola. Mulai dari pola sederhana sampai pola nan mambuek kapalo pana.

Tapi dek sumangaik nan tinggi, bacubo juo taruih. Sampai bakaringek ka sado badan. Dari kuku se karingek yang ndak kalua lai. Baitu bana sumangaik nak baraja.

Lah bantuak tu sumangaik baraja, nan pola baju ko alun juo2 siap2 lai. Manggaritiah tek nun sanak. Lah tipih karateh simin dek ma muta2. Nan pola baju ko alun juo ba bantuak lai.

Pertemuan katigo, lah mulai nampak bantuaknyo. Ndak tangguang sanang hati tek nun do. Lah raso di bibie pulo tapi cawan. Lah raso ka dibuek sagalo mode baju. Mulai dari nan sederhana sampai nan paliang bagaya.

Lah tabayang pulo baju gaun mode sinderella. Tapi mancaliak postur tubuh tek nun suruik langkah. Bantua badan tek tun lai profosional nyo sanak. Bantuak gitar spanyol. Ketek....melengkung...tapiiiii...tibo di nan malengkung ko ndak bisa di bentuk lai. Sampai disitu se meterannyo. Tasangkuik....

"Maksud tek nun?" Tanyo tukang jaik.

"Manggarati se lah. Kalau kurang paham tanyo ka meteran."

Lah tibo pulo pertemuan nan ka ampek. Partamo masuak, penampilan pak guru ko yo samakin gagah. Lah tabayang dek tek nun materi nan ka liau agiah. Dan tek nun berharap, pola cako bapindahan ka kain. Jadi setidaknyo, walau pun baraja, sudah pulo baju agak sahalai. Tapi itu kan maunyo tek nun.

Kelas lah bajalan sekitar satu jam. Tek nun paratian2 nan pak guru ko masih membahas masalah pola. Dek tek nun tamasuak murid nan jenius. Cie cie...mako lah mulai agak muak. Maso lah ampek kali pertemuan pola ka pola juo. Mako mulai manurun salero baraja tek nun. Tek nun bae lah manggambar-gambar dalam kelas.

Apo nan tek nun gambar kok iyo sanak? Ado nan bisa manjawek?

"Gambar baju?"

Salah...

Gambar bungo?

Salah...

Tu apo nan tek nun gambar?

Bantuak ndak tau se sanak kemampuan tek nun ma. Apo lo lai kalau ndak gambar gunuang, batang aia langkok jo ikannyo, rumah, dan sawah di tapi jalan. Ado lo batang karambia sabatang. Ndak lupo gambar matohari di baliak gununang. Samanjak sa isuak sampai kini cuma gambar itu yang bisa tek nun nyo.

Babarapo harian sasudah tu, tibolah hari nan ka limo. Tek nun sabana arok ka dapek materi nan labiah. Kalau pun ndak materi baru setidaknyo nan pola nan alah siap ko lah bisa dipindahan ka kain. Dan tek nun baraja manggoyang-goyang masin.

Pak guru masuak jo semangat nan labiah pulo dari muridnyo. Kelas dibukak jo memberikan wejangan. Intinyo jan patah sumangaik. Karano manjaik adolah baraja yang mementingkan kesabaran dan imajinasi.

Namun, perkiraan tek nun maleset. Apo nan diharapkan sabana2 maleset pulo ruponyo. Materi masih baputa2 sekitar pola. Ndak amuah di ajak kompromi lai sanak. Bia se lah pakguru tu mancancang pola. Nan tek nun permisi cah lu.

"Ndak jadi buek baju?"

"Jadi dong. Ko tek nun sadang manjaik,"

"Manjaik apo?"

"Manjaik hatiku dan hatimu. Bia hati kito menyatu..."

Cie
Cie
Cie

Juragan baju karuang simin romamtis eeee!!!

#virusbahagia
#menulisitusedekah


Senin, 24 Februari 2020

P I K I R A N


Apa yang anda pikirkan?

Sebuah pertanyaan sepele yang selalu ditemukan saat membuka laman facebook. Beberapa orang ada yang iseng menulis kembali pertanyaan yang sama. Namun ada juga yang menanggapinya dengan nada sedikit kesal.

"Kepo lo," tanggapan salah seorang.

Ini perlu kita pertanyakan. Kenapa sipembuat facebook memulai laman facebook denga sebuah pertanyaan. Dan itu dimulai dengan pertanyaan terbuka. Bukan pertanyaan yang jawabannya YA atau TIDAK. Tetapi pertanyaan yang menuntut jawaban berupa pernyataan.

Saya, anda, dan kita semua saat ini sedang memikirkan sesuatu. Ada yang pikirannya damai, kusut, atau mungkin sedih.

PIKIRAN

Pikiran menentukan siapa kita. Dan bisa jadi menentukan apa yang akan terjadi pada diri sendiri. Maka berhentilah berpikiran yang negatif, jika tak mau hal tersebut terjadi pada diri anda.

Ingatkan diri untuk selalu memikirkan hal yang baik-baik. Anggap hal tersebut merupakan do'a yang bakal dikabulkan Allah. Sehingga diri terhindar dari berprasangka buruk.

Karena tak ada satupun manusia yang tak ingin doanya dikabulkan. Maka berdoalah agar apa yang kita inginkan segera terwujud. Dan tak lupa, bahwa Allah memberikan apa yang kita butuhkan. Bukan apa yang kita inginkan.

Ikhtiar melalui doa adalah usaha yang paling ikhlas. Karena usaha yang tak banyak diketahui manusia. Kecuali manusia itu sendiri dengan tuhannya.

Rencana Allah lebih mulia dari rencana manusia. Buruk menurut manusia, namun itulah sebaik-baik rencana yang diberikan Allah kepada manusia.

Allah lah sebaik-baik penolong. Allahlah sebaik-baik tempat bergantung. Jika tak ingin mendapat kekecewaan maka berharaplah hanya pada Allah. Karena beliaulah tempat berharap yang paling sempurna.

Namun, tak urung masih saja manusia mencari tempat bergantung selain Allah. Masih saja ada yang putus asa dengan pertolonganNya. Kurang sabar dan kurang yakin kadang menjadi penghambat dalam menerima ketetapanNya.

#tantanganharike_41
#tantanganmenulismediaguru
#menulisitusedekah
#virusbahagia








Sabtu, 22 Februari 2020

Kaca Mata Kehidupan


#tantanganharike_40
#tantanganmenulismediaguru

Kaca Mata Kehidupan
By Noer Cakrawala

Kaca mata kita adalah hati. Jika hati bersih maka yang terlihat adalah kebaikan. Namun jika kotor semua yang terlihat hanyalah keburukan.

Sudahkah anda menggunakan kaca mata kehidupan pagi ini? Apa yang terlihat?

Sebuah pertanyaan sepele yang tak bisa dianggap sepele. Kenapa?

Karena jika sudah melihat dengan kaca mata kehidupan, tidak ada yang salah apalagi yang negatif. Karena setiap sesuatu mengandung hikmah. Tak ada yang sia-sia.

"Cie...cie...Tek Nun udah pintar ceramah sekarang," ucap teh manis di dalam gelas.

Nah, ini dia Bre. Jangan buru-buru mengambil keputusan. Atau menvonis sesuatu sesuai pikiran sendiri. Gunakanlah kaca mata kehidupan.

Menurut kita A, belum tentu itu A bisa jadi B. Maka sebagai penonton jangan langsung menvonis. Jangan seperti penonton bola. Lebih pintar pula penonton dari pada pemainnya. Padahal kalau ia yang berlaga belum tentu bisa. Jangankan untuk main, nendang bola aja ngg bisa.

"Betul Uni...aku liat kemaren. Saat nendang bola, bukan bola yang terpental tapi sepatunya yang terbang ke atas genteng."

"Ha ha ha .... makanya jangan sok hebat," ucapku sambil membayangkan bagaimana cara sang empu sepatu mengambil sepatunya dari atas genteng.

Jangan membandingkan kehidupan sendiri dengan kehidupan orang lain. Karena tidak ada perbandingan matahari dan bulan. Mereka bersinar saat waktunya tiba.

#menulisitusedekah
#virusbahagia




Kurang Waras

PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 22)

Kurang Waras
MBy Noer Cakrawala

Berusaha melupakan seseorang yang disayangi, bagaikan mengingat seseorang yang tak pernah dikenali.

"Hati-hati ya, Nak. Kalau udah sampai di Padang segera kabari Ibu," ucap ibunya melepas kepergian Noe anak sematawayangnya.

"Ya, Bu. Noe berangkat dulu," sambil berpelukan dengan ibunya.

Sementara ayah Noe sudah menunggu dengan motor di halaman depan. Baik ibu maupun Noe sama berat untuk berpisah. Namun Noe harus melanjutkan kuliahnya.

Noe melangkah keluar rumah dengan sedikit ragu. Ada hal besar yang tetap mengganjal hatinya untuk meninggalkan rumahnya. Misteri kematian neneknya belum terungkap.

"Udah semuanya," tanya ayah Noe.

"Sudah, Yah.

"Berangkat dulu ya, Bu," pamit ayah Noe kepada ibunya.

"Ya, Yah. Jangan lupa beras. Suruh antar agak 25 karung," ibu mengingatkan suaminya untuk mampir ke heller tempat ia biasa langganan beras.

"Ya, Bu. Cukup 25 karung, Bu?"

"Cukup, Yah. Di dalam masih ada sekitar sepuluh lagi."

Motor mulai meninggalkan pekarangan rumah. Noe melambaikan tangan kepada ibunya. Begitu juga ibunya. Tak henti-hentinya menatap punggung Noe sampai hilang di belokan. Baru ia kembali ke warung.

Sementara Noe pergi dengan suasana hati sedikit enggan. Pengen ia berlama-lama di rumah sampai menemukan semua bukti valid penyebab kematian neneknya. Namun ia pun tak sudi mengorbankan waktu kuliahnya.

Jarak antara rumahnya dengan terminal sekitar tujuh kilo meter. Butuh waktu sekitar lima belas untuk sampai di lokasi.

"Tunggu bentar ya, Nak," ucap ayah Noe sambil meminggirkan motornya di rice huller Pak Pewe. Salah satu mesin penggiling padi yang ada di kampungnya. Masyarakat sering menyebutnya dengan Heller.

Noe tak ikut bersama ayahnya. Ia hanya berdiri di pinggir jalan menunggu untuk menyampaikan pesan ibu kepada pemilik heller.

"Kaca mata nenek, kaca mata nenek," seorang anak perempuan tampak berbicara sendiri.

Noe terus memperhatikan anak itu. Seorang anak perempuan keterbelakangan mental dengan tatapan aneh. Ia terus berbicara sendiri tanpa peduli dengan orang-orang di sekitarmya.

"Uni, kaca mata nenek," ucapnya sambil menunjuk ke arah persawahan.

"Iya," jawab Noe singkat.

"Ayo lah Uni, kaca mata nenek," anak itu terus berbicara tak karuan.

Anak itu semakin mendekati Noe. Sambil terus berbicara perihal kaca mata. Sementara Noe bingung dan tak tau apa yang dimaksud oleh anak tersebut.

"Apakah ini sebuah petunjuk?" Tanya Noe dalam hati.

Tapi tidak mungkin. Apa pula hubungan kaca mata nenek dengan anak ini? Atau mungkinkah ia melnyaksikan kejadian itu? Noe terus menghubung-hubungkan antar misteri kematian neneknya dengan apa yang diucapkan anak tersebut.

Hal ini bisa saja terjadi. Karena anak ia selalu menghabiskan hari-harinya berjalan. Pergi pagi, sorenya baru sampai lagi di rumah.

Bukannya orang tuanya tidak perhatian. Namanya orang berkelainan mental, sedikit saja lengah, ia langsung menghilang.

Pernah suatu ketika, ia memberi kabar kepada seseorang, bahwa di sungai yang ia lewati ada orang hanyut. Namun karena ia orang yang dianggap kurang waras, maka tak seorang pun yang percaya. Sehari setelah itu terdengar kabar seorang anak ditemukan mengapung di sungai.

Nah, ini bisa jadi sebuah pertanda. Ingin rasanya Noe mewawancarai anak ini. Namun ayahnya sudah tampak keluar dari heller.

Sehingga Noe mengurungkan niatnyanya. Dan anak ini termasuk salah satu orang yang akan diwawancarainya. Walau pun secara kasat mata tidak mungkin. Namun tak ada salahnya untuk mencoba.

Tak ada salahnya untuk mencoba. Gagalpun bukan akhir dari segalanya.

#menulisitusedekah
#membagienergicinta
#menebarvirusbahagia

Jumat, 21 Februari 2020

Teroris Boot



Suasana semakin tak karuan. Aku yang sedari kemaren ngintip2 keberadaannya merasa di cuekin. Siapa yang tidak geram coba.

Di lokasi kejadian kerumunan massa jumlahnya kian bertambah. Beberapa orang petugas tampak menggunakan baju anti peluru. Tak lupa pakai topeng wajah agar tak dikenali banyak orang.

Kring
Kring

Aku hubungi yang bersangkutan agar keluar dari persembunyiannya. Karena tim elit semakin mendekat ke tkp.

"Assalamualaikum," ucapku tergesa-gesa.

"Waalaikum salam. Ada apa?"

"Keluar sekarang, atau anda mati di tempat?"

"Santai Bre. Aku sudah tau cara menyelamatkan diri."

Aku bingung. Tak tau harus berbuat apa. Aku harus pandai bermain cantik jika tak mau mati konyol.

Aku menjaga jarak dari kerumunan. Namun mata tetap siaga.

"Permisi...numpang lewat," ucap seseorang dari arah yang tak disangka-sangka

Seorang wanita memakai baju tunik warna coklat yang dipadukan dg kerudung warna krem. Serta sepatu boot warna hitam.

"Cepat kau selesaikan naskah novelmu jika tak mau bernasib seperti neneknya Noe," ucapnya setengah berbisik kepadaku.

Aku tersentak. Bola mataku hampir saja melompat dari posisinya semula. Untung aku reflek menahan pergerakannya.

Tim elit terkecoh. Salah satu teroris berhasil menyelamatkan diri. Siapakah diaaa???

#menulisitusedekah
#virusbahagia

Kodok Mencret



"Masih dalam balutan seragam sekolah. Zahra sudah berada di PT Elang Perkasa untuk menemui Darryl."

"Opoo iki"

Opening jadul yang kutulis membuat Suhu langsung mual. Hingga tampolan sakti pun menyerang pipi cabiku.

"Sakit?" Tanya kulit durian yang barusan disemblih.

"Sakit sih...cuma...ya gitu deh," ucapku sambil menjilat jari yang berlumumuran daging durian.

Krok
Krok
Krok

Suara kodok ikut meramaikan suasan pagi ini. Ibu-ibu perkasa sedang berusaha mengeluarkan tenaga dalamnya untuk menaklukkan sebuah durian. Tak ayal, pisau pun hampir jadi korban.

Ups

Tadi kena tampol, sekarang jadi korban? Apa hubungannya?

"Nah, anda mau tau atau mau tau bingit?" Tanyaku meyakinkan.

"Katanya mau laris novelnya. Mau jadi penulis laris yang menginspirasi. Opening aja belepotan. Malu woyy sama kodok mencret."

Ini dia. Gegara kalimat di atas penduduk padepokan jw pada mencret-mencret kena tampol. Suhu merararah tanpa perlu tebang pilih.

"Emang kenapa?"

"Bertanya mulu ach. Ini openingku ngg selesai-selesai. Apa aku kurang enjoy ya?"

Padahal jauh-jauh hari, Suhu telah memberikan aba-aba. Bahwa sebuah opening setidaknya memenuhi 7 syarat; premis atau asumsi dasar, ideal 3 kalimat, membuat penasaran, gunakan analogi atau pertanyaan, ada percikan konflik, imajinatif, dan jang mendayu-dayu atau bertele-tele.

"Ingat! Jangan membuka tulisan dengan kalimat bersayap atau beranak," suara Suhu menggema keseluruh antero.

Aku coba eksekusi lagi. Kemudian tekan enter dengan keberanian level tinggi. Siap menunggu tampolan yang lebih dahsyat.

"Zahra mengunyah coklat. Setetes air liur mengotori seragamnya. Lalu melangkah sambil menyibakkan rambut kribonya."

"Lumayan. Tapi belom kuat diksinya."

Volume tampolan mulai agak berkurang. Aku terus memperhatikan yang lain. Beberapa teman lainnya mengalami nasib yang sama denganku. Ada yang meringis kesakitan, lalu bangkit lagi. Namun, ada yang terlempar jauh ke sudut taman, tak kuat untuk berdiri.

"Kenapa?"

Ia terlempar tepat di atas berak kodok. Yang warnanya sudah tak karuan. Hingga membuat isi perut pengen segera keluar.

Prot
Prot

Rupanya di sebelah kiri seekor katak sedang memegang perutnya yang sakit. Ia mencret melihat penduduk padepokan ditimpa hujan tampolan. Maluuuuuu dong....sama kodok mencret!

#jeniuswriting
#virusbahagia
#menulisitusedekah