Senin, 09 Maret 2020

Tarikan Magnet


PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 24)

Tarikan Magnet
By Noer Cakrawala

Sejauh apapun pergi, keluarga adalah tempat terbaik untuk pulang dan berbagi.

Satu persatu mata ujian sudah selesai diikutinya. Noe semakin tak sabaran untuk segera kembali ke kampung halamannya. Tinggal dua mata kuliah lagi yang akan diselesaikannya. Namun, waktunya berjarak beberapa hari. Hari selasa depan. Padahal hari Jum'at ini bisa saja ia pulang.

"Ngg pulang kampung, Noe," tanya Endang.

"Nanggung. Selasa ada ujian."

"Kan Minggu bisa balik lagi."

"Nggah ah, capek bolak-balik."

Kringgg...
Kringgg...

Pagi-pagi sekali hp Noe telah meraung-raung. Ia lihat jam wekernya baru menunjukkan pukul 6.10 wib. "Pasti ayah atau ibu," ucap Noe dalam hati.

Benar saja. Saat melihat layar hp terlihat panggilan masuk dari ayahnya.

"Assalamualaikum, Yah."

"Waalaikum salam."

"Masih tidur ya," ucap ayah Noe dari seberang."

"Mana ada. Kalah dong sama ayam kukuruyuk," jawab Noe.

"Mana ayah tau. Kan ayah ngg lihat."

"Ngg lah, Yah. Aku kan pejuang subuh."

"Alhamdulillah. Mau pulang kampung ngg hari ini?"

"Ngg, Yah. Nanggung tinggal dua mata kuliah lagi."

Noe dan ayahnya larut dalam suasana kebahagiaan. Hubungan emosi antara ayah dan anaknya kian mencair. Gunung es yang dulu membeku, kini telah meleleh pelan-pelan.

Noe semakin terbuka pada ayahnya. Begitu pun dengan ayahnya Noe. Sering menghubungi anaknya. Minimal sekali dalam dua sehari. Walau hanya sekadar menanyakan sudah salat atau belum.

Sudah banyak hal yang membuat Noe memanggil-manggilnya untuk segera pulang. Selain ada misi besar yang harus ia ungkap, suasana rumah juga lebih kuat tarikan magnetnya.

Noe telah membuat catatan-catatan kecil untuk keperluan penyelidikannya. Sudah ada skenario dan langkah kerja yang akan dilaksanakannya. Dalam hati Noe, "yang penting usaha dulu. Berhasil atau tidaknya itu urusan belakangan."

"Cie cie...yang dikangenin ayah tu," ledek Endang teman sekamarnya.

"Ya iya dong. Anak ayah gitu," jawab Noe enteng.

Kadang ia seperti bermimpi. Karena baru sekarang ia merasakan betapa hangatnya kasih sayang seorang ayah. Betapa kasih sayang seorang ayah itu lebih tinggi dari gunung. Begitu juga dengan kasih sayang seorang ibu lebih dalam dari lautan.

Banyak yang yakin mawar itu cuma bisa tumbuh di tanah, padahal juga bisa tumbuh di hati.

#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar