Senin, 09 Maret 2020

Menguak Misteri


PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 25)

Menguak Misteri
By Noer Cakrawala

Mereka yang beralasan tidak mempunyai waktu adalah mereka yang membiarkan waktu mengatur hidupnya.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Semua tugas dan ujian berhasil dilalui Noe dengan tuntas. Saatnya Noe beraksi untuk menuntaskan misi besarnya. Moga misi ini adalah salah satu bukti cinta dan rasa pedulinya kepada nenek kesayangannya.

Bagi Noe, peran neneknya tak ubahnya seperti peran seorang ibu. Berkat jasa neneknyalah ia bisa sampai ke perguruan tinggi. Banyak hal yang telah dikorbankan neneknya untuk dirinya. Tak ubahnya, Noe diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri. Terkadang membuat saudara-saudara sepupunya iri. Seperti halnya Tek Nda dan anak-anaknya.

Noe tak pernah tau apa alasan nenek memperlakukannya seperti itu. Padahal ada beberapa orang cucunya dari anak-anaknya yang lain.

Sepanjang perjalanan pikiran Noe terus dipenuhi dengan kenangan indah bersama neneknya. Mulai ia kecil sampai saat ini.

Noe masih ingat saat ia diantar oleh neneknya saat masuk esde. Kawan-kawannya yang lain di antar oleh ayah dan ibu mereka masing-masing. Sementara Noe diantar oleh neneknya. Namun tak menyurutkan semangat Noe untuk sekolah. Malah ia lebih senang diantar nenek dari pada diantar ibunya.

Masih lekat di ingatan Noe bagaimana cekatanya tangan nenek mengikat rambut Noe kecil. Rambut yang panjangnya sepinggang sering dikuncir. Sehingga membuat neneknya punya rutinitas setiap paginya.

"Minta ibu mengikat rambutmu. Nenek ada perlu sebentar," suatu pagi.

"Ngg mau. Maunya sama nenek."

Sepenggal kisah yang mampu menarik bibir Noe senyum-senyum sendiri. Jika ia ingat kebersamaanya bersama neneknya tak ayal mengundang deraian air mata.

Kini kenangan itu hanya tinggal kenangan. Kemana pun ia melempar pandangannya wajah dan kebaikan nenek tak luput dari pandangannya. Dan hal itu pula yang menyeret tekad Noe untuk terus menguak misteri kematian neneknya.

Beberapa saat lagi ia sampai di kampung halaman. Noe mulai tak sabar untuk segera melancarkan aksinya. Berhasil atau tidaknya aksi itu, tak menjadi persoalan bagi Noe. Yang ada dalam pikirannya mencari jawaban dari pertanyaan demi pertanyaan yang bersemayam dalam kepalanya.

Jam di pergelangan tangan kanan Noe baru menunjukkan pukulm11. 15. Tampak suasana di pangkalan ojek masih sepi. Hanya ada satu motor yang tampak parkir. Yaitu motor yang membawanya tepat di hari kematian neneknya meninggal.

"Ojek, Pak," ucap Noe menyapa si tukang ojek yang sedang asyik dengan gawainya.

"Noeee, udah lama ya?" Tanya tukang ojek sembari memasukkan hpnya ke dalam kantong jaketnya.

"Belum, baru aja sampai."

"Ngg di jemput ayah?"

"Ngg, Pak. Ayah lagi sibuk."

Tak menghabiskan waktu sepuluh menit, Noe sudah tiba di depan rumahnya. Tampak ayahnya sedang sibuk melayani pembeli. Seorang ibu-ibu paruh baya sedang memilih-milih telor ayam di kedai miliknya.

"Assalamualaikum," ucap Noe sambil langsung masuk kedai.

"Waalaikum salam....upsss orang rantau pulang kampung nih," ucap ayah Noe menyambut kedatangan anak semata wayangnya.

"Ha ha ha...rantau sebalik dapur," jawab Noe sambil mendekati ayahnya untuk bersalaman.

Pancaran kebagaiaan tergambar nyata dari wajah mereka berdua. Senyuman yang terukir di bibir merka menggambarkan bahwa mereka sedang dalam suasana bahagia.

"Ibu mana, Yah?"

"Ada tuh di dapur."

"Ibuuu," sorak Noe. Seperti anak kecil kehilangan ibunya.

Noe terus ke belakang menemui ibunya yang sedang sibuk di dapur. Mendengar suara Noe, ibunya menghentikan kegiatannya sejenak.

"Lho, kenapa ngg kasih kabar kalau mau pulang," ucap ibunya sambil tersenyum.

"Heee...mau kasih kejutan."

Melihat ibunya sibuk, Noe ikutan membantu ibunya. Walau hanya sekadar mengaduk-ngaduk santan dalam kuali. Namun susana seperti ini membuat Noe rindu akan kehadiran neneknya.

"Andai nenek masih ada ya, Bu," ucap Noe pada ibunya.

Mendengar Noe berbicara demikian, ibunya diam tanpa ada reaksi. Bukannya tidak mendengar apa yang barusan diucapkan Noe, tetapi sengaja untuk tidak menanggapi.

"Biar ibu saja, silakan bantu ayah di depan. Sepertinya banyak pembeli," ucap ibunya membuyarkan suasana.

"Ya, Bu," jawab Noe singkat.

Noe merasa menyesal telah mengingatkan ibunya tentang sosok neneknya. Sepertinya ibunya tak mau lagi larut dalam kesedihan. Ibunya mulai mengikhlaskan kepergian orang tuanya.

Berbeda dengan Noe. Ia masih penasaran dan akan terus menguak misteri itu. Misteri yang sampai hari ini masih tetap menjadi misteri. Ia lihat ibu dan keluarga besarnya sudah benar-benar ikhlas. Tapi tidak bagi Noe. Karena ia merasa kematian neneknya terasa sangat janggal.

Ia merasa ada sesuatu hal besar yang disembunyikan keluarganya tentang kematian neneknya. Terbukti dari omongan ayahnya, bahwa ada salah satu anggota keluarga yang tidak menginginkan jasad neneknya diautopsi. Dan hal inilah yang membuat Noe merasa tak puas hati. Hingga sampai hari ini masih menjadi pertanyaan besar dalam kepalanya.

Jangan bersedih, apapun yang hilang darimu akan kembali dalam bentuk yang berbeda.

#menulisitusedekah
#sumbarmanulih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar