Sabtu, 29 Agustus 2020

Senja Istimewa 3

 Senja Istimewa (3)

By Tek Nun


Tetaplah berprasangka baik walau faktanya tak selalu baik.


"Kalbu ini sesuatu yg menentukan baik buruknya jiwa ya, Guru? Tanya Mba Husnul dengan semangat.


"Bukan baik buruknya dirimu, tapi dia bisa menghalangi kedamaian jiwamu," jawab sang guru dari depan.


Tek Nun yang masih mengunyah materi secara pelan langsung kaget. 


"Bahaya juga ya kalau seandainya kalbu sudah masuk kategori kotor dan mati?" Ucap seseorang di sampingnya.


"Pastinya. Makanya buruan perbaiki." Ucap Tek Nun sambil terus memperhatikan penjelasan sang guru.


"Dan kalbu bisa kotor," ucap Tek Nun spontan.


"Yes," jawab Pak guru.


Anggota kelas semakin tersulut semangatnya mendengarkan penjelasan sang guru. 


"Banyak sekali di antara kita yang tidak clear antara jiwa dan kalbu. Jiwa itu merupakan suara terbaik dari kalbu dan akal."


"Juga tempat bersemayamnya damai, cinta, dan kasih."


"Sementara, akal itu trafo atau power yang menghubungkan nur manusia dengan nur Allah." Begitu penjelasan sang guru panjang lebar.


"Bagaimana dengan 'sakit jiwa' Guru? Apakah ini berpangkal dari hati yang kotor?" Tanya Tek Nun tampak serius.


"Itu salah kaprah."


"Yang betulnya apa, Guru?"


"Jiwa tidak sakit. Tapi terhalang dan terkurung oleh hati yang kotor dan sakit. Orang gila itu hilang akal. Akal yang terputus dan tidak digunakan bisa rusak."


Mendengarkan penjelasan sang guru, tiba-tiba rasa hausnya mendadak menyerang.


Selama ini yang ia pahami, bahwa orang gila itu sama dengan orang sakit jiwa. Ternyata jiwa tak pernah sakit. Yang ada itu akal yang sakit, kotor, bahkan hilang dari peredaran.


"Ha ha ha," spontan, Tek Nun tertawa sendiri.


"Awas!"


"Napa lo, kau kira aku hilang akal apa?" Bentak Tek Nun pada seseorang.


"Tenang, tenang jangan ribut," ucap sang guru mencoba menenangkan siswanya.


"Bagaimana dengan orang kesurupan, Guru?"


"Hilang akal."


"Tetapi secara prilaku keduanya berbeda, Guru."


"Nah perilaku itulah yang lahir dari jiwa."


"Agama hanya untuk orang yang berakal. Bukan untuk orang yang berhati. Tolong resapi dan pahami itu."


Semua yang ada di kelas manggut-manggut. Pertanda apa yang disampaikan sang guru sudah semakin dipahami. 


Teeeeeng...


Lonceng istirahat berbunyi. Guru dan siswanya keluar kelas dan istirahat sejenak. 


Bersambung!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar