Senin, 06 Januari 2020

Mengikis Panci Kemalasan



"Mulailah untuk bangkit, walau harus dari NOL."

Apapun keadaan kita harus berubah ke arah yang lebih baik. Karena hidup sejatinya selalu berubah. Seperti siang berubah ke malam. Begitu juga sebaliknya, malam berubah ke siang.

Malam itu aku ingin sekali menjemput perubahan. Dari kejauhan sudah tampak kilauannya. Inginku mendekap seerat-eratnya. Namun, apa hendak dikata, langkahku dihentikan sebuah keadaan.

Apakah aku akan menyerah?

Oh no. Bukan Noer Cakrawala namanya jika cepat mengalah dan angkat tangan. Malu dong sama cacing tanah. Mesti ngg bisa melihat ia masih tetap bergerak dan terus bergerak untuk mewujudkan keinginannya.

"Apa warna perubahanmu?" Sebuah pertanyaan jenial kembali aku temukan setelah menempuh perjalanan jauh.

Kali ini, aku memilih warna kuning keemasan. Karena selain mahal, ia selalu dibutuhkan. Tak lekang oleh waktu. Kian hari harganya kian meningkat tajam. Dan selalu berusaha untuk memantaskan diri dimana pun berada.

Seperti halnya emas. Untuk dia menjadi sebuah barang mahal memang melalui perjuangan yang berat. Tak cukup letaknya yang jauh di dasar bumi, namun ia perlu melalui pukulan dan pembakaran untuk menjadi barang mewah dan mahal.

"Mengapa Allah memberikan manusia kemampuan untuk berubah?"
Letak keistimewaan manusia dibanding dengan makhkuk lain adalah berada pada yang satu ini. Manusia mampu melakukan perubahan. Ia dibekali akal untuk melakukannya.

"Bagaimana caramu berubah?
Dengan cara menggunakan akal ke arah yang bermanfaat. Berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

"Berapa harga perubahanmu?"
Tiga miliyar adalah harga yang pantas untuk satu kali perubahan. Jika dalam sehari saja aku berhasil melakukan perubahan jumlahnya akan fantastis. Kalikan 3 miliyar x 360 hari. Wow...keren...

"Sebenernya apa saja yang ingin ku ubah?"
Aku ingin mengubah hidup ini dari yang biasa menjadi luar biasa. Hingga menjadi istimewa. Aku tak mau hanya menjadi sebatas manusia biasa saja. Jika bisa menjadi istimewa kenapa harus bertahan menjadi yang biasa.

"Kapan anda bener bener berniat mengubah itu?"
Bismillah...mulai saat ini. Aku akan kikis panci kemalasanku hingga mengkilat. Agar itu mata tak lagi melihat sebelah mata.

"Emang dia juling, Uni?" Tanya kulit pisang dari dalam tong sampah.

"Ngg tau. Belajar jadi juling mungkin."

"Juling kok dipelajari, emang bikin kaya?"

"Niru gaya coach ya. Ha ha ha..."

"Siapa yang bertanggung jawab atas perubahanmu?"
Tentunya diri sendiri. Betapa pun kuatnya dorongan dari luar jika hati sudah sekeras onde-onde bakalan ngg akan mempan.

"Emang onde-onde keras?" Tanyamu.

"Iya mungkin."

"Lho, kok mungkin?"

"Iya. Aku cuma jawab doang. Keras atau lunaknya mari kita buktikan."

"Caranya?"

"Beli dong onde-ondenya."

"Alaaaa...kirain ada tadi."

"Ada laaaa...tu di pasar," sambil nunjuk dengan mulut.

"Monyooooong...nunjuk kok pake mulut. Ngg sopan tau."

"Hik sambil berlalu dan pergi."

"Dari mana kau akan mengubah?"
Tentunya dari diri sendiri. Apapun yang akan diakukan mulailah dari diri sendiri. Tak perlu koar sana koar sini. Pasang niat dan action.

"Apa nama yang istimewa untuk perubahanmu itu?
Aku menamakannya dengan Cahaya. Karena dalam mengarungi kehidupan diperlukan cahaya. Cahayalah yang membuat hidup lebih bercorak dan berwarna

"Apa yang menghalangimu utk berubah?"
Tentunnya kerak-kerak kemalasan yang masih menempel nyaman di dalam diri. Seperti bandelnya gosong di dasar panci.

Perlu kesabaran ekstra untuk mengikis agar kerak kemalasan itu terlepas. Tak hanya sekali dua kali, tetapi harus dilakukan setiap hari dan secara terus menerus.

Begitu juga dengan menulis. Tak bisa hanya sekali agar tulisan renyah untuk dibaca. Namun, harus dilakuakn setiap hari. Apalagi jika menulis langsung ingin bagus. Selamat dahh...anda masuk kategori penulis gagal.

"Siapa nama yg tepat utk perubahanmu?"
Tentunya JENIAL. Karena jika sudah jenial tak ada yang sulit untuk dilakukan. Karena ia memandang sesuatu itu dengan cinta. Dan melakukannya dengan hati. Sesuatu yang dilakukan dengan hati, maka akan sampai ke hati. Namun tak perlu juga terlalu berhati-hati.

"Orang yang bersedia mengerjakan lebih dari apa yang dibayar, pada suatu hari akan dibayar lebih dari apa yang dikerjakannya."

#jw60
#jeniuswriting
#menebarvirusbahagia
#membagienergicinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar