Sabtu, 29 Agustus 2020

Senja Istimewa 2

 Senja Istimewa (2)

By Tek Nun


Jika menulis adalah sedekah, mengabadikan kisah hidup salah satu bentuk hadiah, mengapa tak menjadikan keduanya sebagai ajang untuk menggapai kehidupan yang lebih berkah?


"Lancar banget nulisnya, Tek Nun?" Gimana cara memulainya?" Tanyamu dari seberang sana.


"Oh ya? Ngg lancar-lancar banget, sesekali ada tersendatnya juga tuh."


"Kalau aku lihat lancar sepertinya, bagi tipsnya dong, Tek Nun."


"Serius?"


"7 rius, Tek Nun. Kalau ngg cukup bisa kita naikkan jadi 21 rius," ucapmu penuh semangat.


Mendengar suaramu yang powerfull dan semangat, Tek Nun pun ikut kecipratan semangat 45.


"Ok ok, nanti diabari. Tek Nun tunaikan dulu hutang hari kemaren ya," ucap Tek Nun sambil terus bergelut dengan keyboard laptopnya.


"Oh ya Cak, sampai dimana cerita Tek Nun kemaren?"


"Tek Nun bertanya ke saya?"


"Ngg. Nanya sama dinding."


" he he he...nyicil kesalahan diri lagi ya, Tek Nun😁"


"3 pengelompokkan kalbu, Tek Nun," sorak seseorang dari seberang.


"O iya."


Tek Nun mulai serius. Ia raih gelas minuman coffeemixnya kemudian meneguknya beberapa tegukan.


"Kalbu itu terbagi 3;

Kalbu Marit

Kalbu mayyit

Kabu salim.


"Tunggu Tek Nun, apakah kalbu sama dengan hati?"


"Yes. Bahasa Indonesianya kalbu itu hati," begitu kata sang guru memberikan penjelasan kemaren.


"Sampai di sini ada paham?"


"Paham, Tek Nun. Kalbu itu artinya hati. Tapi perbedaan ke tiganya bagaimana, Tek Nun?"


"Pelan-pelan, Coy. Ntar rambutmu rontok lo."


"Iya iya."


Tek Nun juga tampak semakin mengerti tentang materi yang diberikan sang guru. Selain membaca berulang-ulang sekaligus memberikan kepada orang lain. Inilah hakikat dari menulis yang sesungguhnya. Bahwa menulis itu adalah sedekah. Lebih tepatnya edekah ilmu.


"Asyik, dapat sedekah ilmu dari Tek Nun."


"Tapi akan lebih asyik jika kamu ikutan masuk kelas. Kamu akan dapat lebih dari sekadar ilmu."


"Iya sih. Cuma aku sekarang lagi sibuk. Takut tak bisa mengikuti dengan fokus."


"Sibuk? Emang kamu aja yang kerja. Kamu kira mereka yang ikut kelas generasi rebahan apa?"


"Mulai lagi deh Tek Nun, menyicil kesalahannya. Sekarang pointnya cepat emosi."


Tek Nun semakin sadar akan kesalahan yang ada pada dirinya. Semakin ia berbicara dan bersikap semakin keluar kesalahan-kesalahan yang menempel dalam dirinya. Seperti percakapan barusan, ia cepat sekali tersulut emosi.


Ok, Sobat kita lanjut mengenai pembagian kalbu tadi. 

• Kalbu Marit itu hati yang kotor dan sakit

• Kabu mayit hati yg mati

• Kalbu Salim hati yang selamat

Semua yang mendengar terkagum-kagum dengan penjelasan Tek Nun tentang pengelompokkan hati. Sebagian ada yang merasa khawatir. Khawatir kalau masuk pada kategori hati yang kotor dan hati yang mati.


"Kenapa tiba-tiba ekspresi lo berubah seperti orang ketakutan?" Tanya Tek Nun pada salah satu temannya. 


"Khawatir kalau masuk kategori hati yang kotor dan sudah mati."


"Makanya jangan sering berpikiran dan berperasaan negatif jika kalbumu tak mau kotor."


"Jadi kalau suuzhon mulu itu pertanda hati kotor ya, Tek Nun?"


"Salah satunya begitu. Makanya tetaplah berprasangka baik walau faktanya tak selalu baik."


Ok, Sobat. Silakan kunyah-kunyah ini dulu sambil menikmati cemilannya. Nanti kita lanjut dengan pembahasan yang lebih brilian lagi.


Bersambung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar