Sabtu, 22 Februari 2020

Kurang Waras

PEMBUNUH TAK BERWAJAH (Part 22)

Kurang Waras
MBy Noer Cakrawala

Berusaha melupakan seseorang yang disayangi, bagaikan mengingat seseorang yang tak pernah dikenali.

"Hati-hati ya, Nak. Kalau udah sampai di Padang segera kabari Ibu," ucap ibunya melepas kepergian Noe anak sematawayangnya.

"Ya, Bu. Noe berangkat dulu," sambil berpelukan dengan ibunya.

Sementara ayah Noe sudah menunggu dengan motor di halaman depan. Baik ibu maupun Noe sama berat untuk berpisah. Namun Noe harus melanjutkan kuliahnya.

Noe melangkah keluar rumah dengan sedikit ragu. Ada hal besar yang tetap mengganjal hatinya untuk meninggalkan rumahnya. Misteri kematian neneknya belum terungkap.

"Udah semuanya," tanya ayah Noe.

"Sudah, Yah.

"Berangkat dulu ya, Bu," pamit ayah Noe kepada ibunya.

"Ya, Yah. Jangan lupa beras. Suruh antar agak 25 karung," ibu mengingatkan suaminya untuk mampir ke heller tempat ia biasa langganan beras.

"Ya, Bu. Cukup 25 karung, Bu?"

"Cukup, Yah. Di dalam masih ada sekitar sepuluh lagi."

Motor mulai meninggalkan pekarangan rumah. Noe melambaikan tangan kepada ibunya. Begitu juga ibunya. Tak henti-hentinya menatap punggung Noe sampai hilang di belokan. Baru ia kembali ke warung.

Sementara Noe pergi dengan suasana hati sedikit enggan. Pengen ia berlama-lama di rumah sampai menemukan semua bukti valid penyebab kematian neneknya. Namun ia pun tak sudi mengorbankan waktu kuliahnya.

Jarak antara rumahnya dengan terminal sekitar tujuh kilo meter. Butuh waktu sekitar lima belas untuk sampai di lokasi.

"Tunggu bentar ya, Nak," ucap ayah Noe sambil meminggirkan motornya di rice huller Pak Pewe. Salah satu mesin penggiling padi yang ada di kampungnya. Masyarakat sering menyebutnya dengan Heller.

Noe tak ikut bersama ayahnya. Ia hanya berdiri di pinggir jalan menunggu untuk menyampaikan pesan ibu kepada pemilik heller.

"Kaca mata nenek, kaca mata nenek," seorang anak perempuan tampak berbicara sendiri.

Noe terus memperhatikan anak itu. Seorang anak perempuan keterbelakangan mental dengan tatapan aneh. Ia terus berbicara sendiri tanpa peduli dengan orang-orang di sekitarmya.

"Uni, kaca mata nenek," ucapnya sambil menunjuk ke arah persawahan.

"Iya," jawab Noe singkat.

"Ayo lah Uni, kaca mata nenek," anak itu terus berbicara tak karuan.

Anak itu semakin mendekati Noe. Sambil terus berbicara perihal kaca mata. Sementara Noe bingung dan tak tau apa yang dimaksud oleh anak tersebut.

"Apakah ini sebuah petunjuk?" Tanya Noe dalam hati.

Tapi tidak mungkin. Apa pula hubungan kaca mata nenek dengan anak ini? Atau mungkinkah ia melnyaksikan kejadian itu? Noe terus menghubung-hubungkan antar misteri kematian neneknya dengan apa yang diucapkan anak tersebut.

Hal ini bisa saja terjadi. Karena anak ia selalu menghabiskan hari-harinya berjalan. Pergi pagi, sorenya baru sampai lagi di rumah.

Bukannya orang tuanya tidak perhatian. Namanya orang berkelainan mental, sedikit saja lengah, ia langsung menghilang.

Pernah suatu ketika, ia memberi kabar kepada seseorang, bahwa di sungai yang ia lewati ada orang hanyut. Namun karena ia orang yang dianggap kurang waras, maka tak seorang pun yang percaya. Sehari setelah itu terdengar kabar seorang anak ditemukan mengapung di sungai.

Nah, ini bisa jadi sebuah pertanda. Ingin rasanya Noe mewawancarai anak ini. Namun ayahnya sudah tampak keluar dari heller.

Sehingga Noe mengurungkan niatnyanya. Dan anak ini termasuk salah satu orang yang akan diwawancarainya. Walau pun secara kasat mata tidak mungkin. Namun tak ada salahnya untuk mencoba.

Tak ada salahnya untuk mencoba. Gagalpun bukan akhir dari segalanya.

#menulisitusedekah
#membagienergicinta
#menebarvirusbahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar