Sabtu, 29 Februari 2020

CakraWala (1)



CakraWala (1)

Tak Ada Pilihan
By Noer

Sederhana pikiran bukan berarti kalah. Rendahnya hati bukan berarti hina.

"Seburuk itukah diriku di matamu Cakra?" Ucap Wala dengan deraian air mata.

Anak yang ada dipangkuannya mendekap Wala dengan erat. Seakan ia mengerti apa yang dirasakan ibunya. Si kecil merengek tak mau berpisah darinya.

"Kau camkan itu. Jika masih tak kau ubah kebiasaanmu silakan tinggalkan rumah ini," ucap Cakra sambil keluar rumah dengan bengis.

Wala diam seribu bahasa. Kemudian terduduk di sofa ruang tengah. Ia tak habis pikir. Mengapa suaminya sampai semarah itu. Padahal apa yang ia lakukan tak seburuk apa yang suaminya tuduhkan.

Wala semakin bingung. Tak bisa ia berpikir. Pikirannya buntu. Tak menemukan jalan keluar. Ingin ia menyudahi pernikahannya. Namun melihat anak-anaknya niat itu segera surut.

Cakra dan Wala adalah pasangan muda. Saat Wala dipersunting Cakra ia masih sangat muda sekali.

Adakah yang bisa menjawab?

Tujuh belas?

Delapan belas?

Sembilan belas?

Atau?

Semua jawaban di atas salah. Yang ada Wala dipaksa nikah oleh ibunya dengan Cakra saat berumur enam belas tahun. Saat ia masih duduk di kelas sembilan sekolah menengah pertama.

Jika mengingat masa-masa itu, hati Wala seakan teriris-iris lalu diasami. Perih dan akan selalu perih.

Ia korbankan masa remajanya demi kebahagiaan orang-orang yang ia cintai. Demi kepuasan orang tuanya. Demi senyuman merekah di bibir orang-orang di sekelilingnya.

Apakah Wala ikhlas?

Terpaksa ikhlas. Karena ia tak punya pilihan. Beban berat yang dipikulkan ke pundaknya harus ia terima. Walau harus menanggung derita.

Jika punya pilihan maka pilihlah yang terbaik. Namun jika tak punya pilihan maka lakukanlah yang terbaik.

#menulisterus
#terusmenulis









2 komentar:

  1. Tentunya miris jg yh klo memang ada yg dipaksa menikah dini diusia sekolah.

    Jadi penasaran kisah selanjutnya. Apa kesalahana Wala?

    BalasHapus