Senin, 27 Mei 2019

Lat. 2 pola 1

Betapa Hatiku menangis dan  meraung-raung menyaksikan realita negeri ini. Hingga lupa bahwa itu semua ulah sulitnya memecah kebekuan di hatimu. Walau sorakan memohon menggema di mana-mana.

Betapa lincahnya jemari indahku saat menari di atas gawaiku. Walau kepala geleng-geleng mengikutinya, hingga tak memedulikan bahwa yang kutulis itu ngawurisme yang bila digoogling tak kan pernah ada referensinya.

Betapa Mataku tak sanggup menyaksikan rintihan negeri ini hingga terlihat berkaca-kaca. Akhirnya genangannya tumpah bak tsunami yang siap menghantam karang, walau sekuat tenaga telah kucoba menahannya.

Betapa rasa cintaku yang tinggi, setinggi gunung seluas lautan, hingga sebanyak buih di lautan. Hal itu tak menjadi penghalang baginya untuk tetap berpaling ke lain hati, walau dia tahu rasa yang ku miliki hancur bak butiran debu di tepi pantai.

Betapa dinding kepedulianmu telah menghambat rasa empatimu. Hingga tangisan rakyatmu tak mampu lagi mengoyak keangkuhanmu. Walau tertatih bak pengemis cinta kau tetap diam seribu bahasa.

Betapa sinaran mentari tak mampu lagi menerangi kalbumu. Engkau seperti tertawa dan menari di atas derai air mata rakyatmu. Hingga cinta yang pernah kutanam kau racuni dengan keserakahan. Walau air telah menganak sungai di mana-mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar