Jumat, 27 Desember 2019

Panci Patah Hati


Tidak ada kekecewaan jika tidak ada cinta yang mendalam.

Semenjak kejadian gosong-gosongan kemaren malam, panci tampak murung. Semangatnya turun drastis. Tak banyak yang ia lakukan selain bermurung durja dan merenung.

Teman-temannya memperhatikan dengan heran. Dia yang selalu riang tiap hari tiba-tiba menjadi pemurung. Dan sesekali ia mengurung diri dan tak mau diajak bicara.

Wajan jadi heran. Sudah 2x pagi ia tak melihat Panci beraktivitas. Biasanya subuh ia sudah tegak berdiri di atas kompor dengan gagah berani. Suaranya yang mellengking sering membuat tetangganya terbangun.

Melihat hal demikian, Wajan menghampiri dan mencoba bertanya dengan perlahan.

"Ci, kamu kurang enak badan ya?" Tanya Wajan dengan mata penuh selidik.

"Ngg. Aku baik-baik saja," jawab wajan seakan mengalihkan pembicaraan.

"Jangan bohong. Aku udah tau bener siapa dirimu, Ci. Ayo jawab dengan jujur."

"Ngg apa-apa. Aku baik-baik aja."

"Yakin?"

Panci diam. Ia tak menjawab. Namu, dari sudut matanya tampak aliran bening mulai menggenang. Tak lama kemudian jatuh sebutir membasahi pipinya.

"Panci, kamu kenapa," tanya Wajan sambil berpelukan.

"Aaa aaa akuu," menjawab sambil sesegukan.

Semua teman-temannya memandang dengan heran. Sebagian ada yang berbisik. Sebagian lain ada yang kepo hendak mengetahui apa yang teradi.

"Apa warna patah hatimu?"

Sebuah pertanyaan jenial menggema ke seluruh ruangan. Rupanya Pak Dokter Ferdhi melempar pertanyaan yang pas sekali dengan suasana.

Warna patah hatiku adalah biru. Aku merasa biru. Artinya kurang lebih sama dengan 'aku merasa sedih.'

Aku menyaksikan pertemanan Panci dengan teman-temannya begitu solid. Saling mensupport dikala duka. Tampak senyuman Panci mulai mekar.

"Cara radikal apa yang bisa membunuh patah hatimu?"

Hal pertama yang keluar dari mulutku adalah 'Percaya Diri.' Kedua membunuh mental blok. Karena dengan cara meningkatkan kepercayan diri dan membunuh mental blok, patah hati akan menjauh. Bukankah patah hati muncul saat rasa tak mampu mrnghampiri hati. Kemudian masuk dan bersemayam dalam diri.

Mendengar jawabanku, Panci terpana sambil mangguk-mangguk. Bak burung malam lagi merayu pasangannya.

"Emang balam kalau merayu mangguk-mangguk?" Tanya Wajan terus kepo.

"Bisa jadi. Klw kurang yakin liat aja ndiri," jawabku santai.

"Haruskah kau hidup dalam kegelapan dalam patah hatimu?"

Tidak dong. Mana aku mau gelap-gelapan. Secara arti namaku cahaya. Cahaya yang akan menerangi kegelapan. Cahaya kehidupan.

Panci tampak mengembangkan senyuman mansinya. Selidik punya selidik, rupanya ia patah hati karena dirinya berbeda dari temannya. Ia merasa percaya dirinya telah gosong. Seperti gosongnya sebagian anggota tubuhnya.

Bukankah pelangi indah karena ada perbedaan? Begitu juga dengan kehidupan. Ia akan indah jika ada yang berbeda.

#jw60
#jeniuswriting
#menulisitusedekah
#virusbahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar