Senin, 17 Juni 2019

Sajadah Indah

*Tugas (7)*

*Sajadah Indah*
*By Noer*

_Sajadah Panjang_
_Bimbo_

_Ada sajadah panjang terbentang_
_Dari kaki buaian_
_Sampai ke tepi kuburan hamba_
_Kuburan hamba bila mati_

_Ada sajadah panjang terbentang_
_Hamba tunduk dan sujud_
_Di atas sajadah yang panjang ini_
_Diselingi sekedar interupsi_

_Mencari rezeki mencari ilmu_
_Mengukur jalanan seharian_
_Begitu terdengar suara azan_
_Kembali…_

Lagu Bimbo yang diperdengarkan radio Jam Gadang Bukittinggi mengalun mengalun dengan sahdu. Semburat merah jingga menggantung di ufuk barat. Burung-burung mulai berduyun2 pulang ke sarangnya.

Pertanda maghrib segera tiba. Aku menutup semua jendela dan menyalakan lampu di setiap ruangan. Di jalan orang2 bergegas berjalan agar sampai di rumah lebih cepat.

"Matikan radionya, Kak. Bentar lagi azan", perintahku pada anak perempuanku.

"Ya, Buk", jawab si Kakak.

Aku mempersiapkan diri untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah di mesjid terdekat. Sebelumnya si Kakak sudah duluan mengambil wuduk. Kemudian diikuti si Dedek.

 Wajah anak2ku sangat sumringah sekali jika diajak sholat berjamaah. Mereka begitu bersemangat. Terutama si Dedek, paling senang saat mengucapkan aamiin dalam salat. Suaranya lantang sekali.

Setelah selesai wuduk, aku, suami dan anak2 berjalan menuju masjid. Karena azan sudah mulai dikumandangkan oleh muazin.

_Allahu akbar allahu akbar_

Suara azan begitu indah di dengar. Menentramkan jiwa yang galau. Dan menyejukkan jiwa yang kering kerontang.

Tiba di mesjid azan selesai dikumandangkan. Terdengar iqamah dilantunkan. Beberapa jamaah sudah ada yang duluan sampai di masjid.

Aku membentangkan sajadah berwarna ping. Sajadah bukan sembarangan sajadah, tetapi pemberian suami tercinta sebagai mahar perkawinan puluhan tahun silam.

"... seperangkat alat salat tunai", begitu penggalan kalimat yang terucap.

Kalimat bukan sembarang kalimat. Kalimat pertanda telah dimulainya sebuah perjalanan bahtera rumah tangga.

Sajadah ini pula yang menjadi saksi bagaimana perjuangan keluarga kecilku mengarungi kehidupan. Baik suka maupun duka, aku selalu menjadikan ia saksi dalam doaku.

"Ayo imam sudah takbir", sapa sajadah.

Aku kaget bukan main. "Kenapa ia bisa bicara?" Tanyaku dalam hati.

Namun karena imam telah takbir kubuang jauh2 pikiran aneh itu. Aku langsung takbir dan mengikut imam sampai selesai.

Selesai berdoa kututup dengan salat sunat dua rakaat. Di akhir rakaat kupanjangkan sujudku. Kuserahkan hidup dan matiku hanya padaNya. Agar tegar dalam menjalani kehidupan yang tak siapapun bisa menerka.

Kutenggelamkan kesombongan yang ada dalam diri. Memohon dengan kerendahan hati. Kupasrahkan semua yang terjadi. Menundukkan kepala dan mensujudkan dahi. Kutengadahkan tangan menebarkan jari. Kuserahkan sepenuh hati keharibaan Ilahi Rabbi.

Sehebat2nya manusia kelak akan lemah jua. Maka sujudlah agar kesombongan diri luluh bersamanya!

#JeWe45
#polaLDA
#bahagiadenganmenulis
#menulisitusedekah
#virusbahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar