Senin, 17 Juni 2019

Gayung Penyayang

*Tugas (9)*

*Gayung Penyayang*
*By Noer*

Jika kebaikan membuat hidupmu merasa tenang. Mengapa tak segera melakukannya.

Matahari siang begitu terik. Tak seorang pun anak-anak yang berani bermain di luar rumah. Mereka lebih senang bermain di teras. Selain teduh juga ada hembusan angin sepoi-sepoi.

Aduhai...
Ademnya!

Karena begitu panas rasa haus seketika menyerang. Aku langsung teringat dengan kulkas. Aku hampiri dan menarik gagangnya.

Taraaa...

Kulkas terbuka. Di pintu dalam ada sebotol sirup marjan rasa melon, semangka, apel. Juga ada air kelapa sisa kemaren.

Di meja tampak ada bengkoang dan anggur. Ideku muncul untuk membuat sesuatu untuk sekedar pelepas dahaga siang ini.

Ku ambil semua buah dan memotongnya menjadi berbentuk dadu. Kemudian menaruhnya pada teko kaca. Kemudian memasukkan air kelapa dan menambahkan sirup marjan secukupnya. Tak lupa menambahkan batu es agar lebih segar.

Taraaa...

Jadilah es buah segar dadakan ala  emak-emak.

"Kakak, Adek sini. Coba liat Ibuk bikin apa", sorakku pada anak-anak.

"Ibu buat apa?, tanya si Dedek sambil berlarian yang diikuti si Kakak di belakang.

Melihat ada es buah mereka langsung bersorak kegirangan.

"Adek duluan".

"Kakak duluan"

Suara mereka seketika mengusik ketenangan cecak di dinding.

Krok
Krok

Cicak menatap dengan sedikit melotot. Matanya penuh selidik memperhatikan anak-anak saling berebut untuk mendapatkan es buah buatanku.

Sabarrr...

Anak sholeh tak boleh berebut. Aku berusaha membuat mereka tenang. Padahal sesungguhnya aku takut gelas yang mereka pegang akan jatuh menjadi pecah belah.

Hik
Hik

Karena itu gelas merupakan gelas tujuh turunan dari kakek buyut. Untung saja nenek lagi tak di rumah. Kalau nenek tau beliau akan ngomel-ngomel setengah hari.

Nenek gitu...

Aku ambil kedua gelas itu sekaligus. Agar mereka tak ada yang merasa dinomor duakan. Walaupun pada akhirnya gelas itu tetapku isi satu persatu.

Saat es buah itu sampai di mulut mereka aku merasa sangat bahagia. Nampak wajah-wajah puas di mimik muka mereka.

"Hmmm uenak, Buk", puji si Kakak.

"Es buahnya enak, Bu", tambah si Adek.

Melihat anak-anak senang, ibu mana yang tak bahagia. Apapun akan dilakukan. Sekali pun akan mengorbankan nyawanya.

Kasih ibu sepanjang masa...

Matahari mulai condong. Saatnya anak-anak tidur siang. Mereka terbiasa tidur siang. Bukan keharusan cuma sudah merupakan kebiasaan. Karena menurut kesehatan anak-anak lebih baik tidur siang untuk menunjang pertumbuhannya.

Tanpa dikomando mereka langsung minta tidur. Tak lupa cuci tangan dan kaki. Kemudian langsung merebahkan diri di ruang tengah.

Setelah dipastikan bocah terlelap, aku berjalan ke belakang. Ada setumpuk kain kotor sisa cucian pagi tadi yang harus diselesaikan. Karena jemuran penuh terpaksa mencucinya bertahap. Maklum siap lebaran cucian lebih banyak daripada hari biasanya.

Tolooong
Tolooong

Terdengar suara minta tolong sayup-sayup sampai. Aku mencari sumber suara itj. Rupanya seekor semut menggapai-gapai minta tolong. Bak penampungan air lumayan besar. Ini ditujukan untuk penghematan. Agar saat hujan bisa menampung lebih banyak air.

Aku bingung. Bagaimana cara menolong si Semut. Dengan tangan serasa takkan sampai di raih.

"Aku bisa bantu, Uni", tiba-tiba terdengar sebuah suara menawarkan bantuan.

Aku celingak celinguk mencari sumber suara. Rupanya gayung berwarna ping dengan bentuk love menawarkan bantuan padaku.

"Kamu rupanya, Gayung", sapaku.

"Iya, Uni. Ayo cepat bantu si Semut. Sepertinya dia sudah kehabisan tenaga", seru gayung yang tak sabaran lagi ingin menyelamatkan si Semut.

Aku raih si Semut dengan bantuan gayung. Sekali dua kali. Baru gapaian ketiga si semut bisa aku selamatkan.

Dari dalam gayung, aku ambil si semut dengan jari. Si Semut terlihat letih sekali. Entah sudah berapa lama ia mengapung di bak penampungan.

Aku taruh semut di atas daun bunga bugenvil yang ada dalam pot. Kebetulan matahari sore masih setia menampakkan sinarnya.

Tampak si Semut mulai menggeliat. Ia mengibas-ngibaskan air di badannya.

"Terima kasih, Uni", ucap semut kepadaku.

"Bukan aku yang menolongmu. Ucapkanlah terima kasih pada Gayung", pintaku.

Semut tertegun. Ia tak menyangka Gayung akan menyelamatkan ia dari maut. Matanya tampak berkaca-kaca.

Dengan suara lirih, ia mengucapkan rasa terima kasih yang sangat dalam kepada Gayung. Gayung menyambut semut dengan hangat dan penuh keakraban.

"Terima kasih, Gayung. Kau telah menyelamatkan aku. Tak terbayangkan olehku jika kau tak segera menyelamatkanku", ucap semut kepada Gayung.

"Sama-sama semut. Bukankah sebagai makhluk di bumi sudah seharusnya kita saling tolong menolong", kata Gayung dengan senang.

Aku merasa tersentil melihat persahabatan mereka. Akhirnya aku mendapatkan sebuah pembelajaran berharga dari kelas yang berbeda. Namun mereka tak menampakkan perbedaan dalam hal saling bantu diantara mereka.

Gayung saja bisa menyelamatkan sebuah nyawa. Apalagi kita makhluk yang berakal. Tidakkah kita malu pada kantong kresek yang diterbangkan angin?

#JeWe45
#polaLDA
#bahagiadenganmenulis
#menulisitusedekah
#virusbahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar