Rabu, 12 Juni 2019

Darah Menyerang Pisau

*Darah Menyerang Pisau*
*By Noer*

Apa yang terlintas dalam pikiranmu, ketika mendengar kata darah dan pisau? 

_Takut?_
_Ngeri?_
_Atau Seram?_

Mana yang lebih menakutkan dari kehilangan seseorang yang dicintai? Atau lebih ngeri dari dikejar angsa betina. Bahkan lebih seram dari lolongan anjing tengah malam.

_Auuuuuuuu..._
_Auuuuuuuu..._

Merahnya darah semakin kian nyata. Memancar ke langit biru dan memantul ke akar bumi. Aroma anyirnya menyeruak ke seluruh bumi pertiwi.

"Kenapa bumi pertiwi sampai menangis darah Tek Nun?" tanya semut merah.

Tek Nun diam seribu bahasa. Ia mendengar dengan jelas pertanyaan si Semut. Tapi ia tak bisa menjelaskan dengan gamblang. Takut di bilang menyebarkan hoax.

"Aduhhh", Tek Nun melonjak kesakitan. Rupanya peluru tepat mendarat di dadanya. Ia masih setengah sadar. Ia raba dari balik baju. Ia temukan sebuah anak peluru. Kemudian ia tarik keluar. Ia perhatikan dengan kaca matanya. Rupanya Si Semut.

" Hai Semut. Apa maksudmu menggigitku?

"Maaf Tek Nun. Memang aku sengaja".

"Maksudmu?"

"Kenapa tidak menjawab pertanyaanku", jawab disemut dengan wajah serius.

Kepo...

Setelah seminggu kejadian berdarah itu, Tek Nun masih mencium aroma. Aroma yang begitu kuat. Hingga merontokkan beberapa helai bulu hidung.

Sekuat dan seserakah itukah nafsu hingga sulit sekali mengatakan yang sebenarnya. Sanggupkah dia berlam-lama menyembunyikan kejujuran?

_Entahlah..._

Bacaan takbir menggema mengiringi doa kejujuran. Walau sulit, mereka tetap bertahan. Walau percikan gas beracun dari mulut berbisa ular menyerang mereka..

Malam hari gema takbir masih sama seperti siang. Pekikan kejujuran terdengar begitu lantang. Namun, apakah kebohongan akan mengalah?

Tidakkk...

Malahan semakin beringas. Darah mulai menetes setetes dua tetes. Hingga mengalir menganak sungai.

Siapa korbannya? Siapa lagi kalau bukan di pihak jujur.

Kepala mulai terasa lebih berat.  Aku tak sanggup menyaksikan. Kudekap doaku dalam doa, semoga yang kuasa menunjukkan kekuasaanNya.

"Uggghhh.. seperti hidup dinegara konflik. Efek bila nafsu telah membelenggu diri." batinku

"Hari ini jangan nonton dulu,  Ya!" Suami Tek  Nun mengingatkan. Ia mengangguk tanda setuju. Tapi memperlihatkan mimik khawatir.

"Mengapa hidup tak bebas bergerak seperti dulu lagi? Semua diatur. Sampai-sampai untuk komunikasi dengan lokal Jewe 45 saja dilarang", Tek Nun mulai emosi.

Tak adakah bersarang rasa malu di dada mereka? Tek Nun kian memerah wajahny menahan amarah.

Tiba tiba terdengar suara memekakkan telinga.

_Duarrr...._

Tek Nun kaget bukan main. Rupanya balon yang ia belikan untuk anaknya kemaren meletus.

"Ha ha ha..."

Terdengar suaraa gelak tawa anak-anaknya dari ruang tamu. Ia bangkit dari depan tipi menuju sumber suara.

"Haduuh, dek mainnya hati-hati", tegurnya pada anak-anak.

Darah mulai protes. "Kenapa harus pakai senapan. Kalau berani coba pakai pisau dan bacakan _Bismillah_ ". Dengan begitu darahku halal bagimu.

_Pekikan suara kebenaran_

#belajarpolahipnotikJeWe45
#bahagiadenganmenulis
#menulisitusedekah
#virusbahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar