Selasa, 18 Juni 2019

Sendok Ajaib Memberi

*Tugas (6/2)*

*Sendok Ajaib Memberi*
*By Noer*

Jika saling memberi lebih menguatkan. Dan menjalin silaturrahmi itu ibadah. Mengapa permusuhan selalu mengintai?

Tok
Tok
Tok

Suara kentongan si Kakek penjual es cendol begitu terdengar nyaring dari dalam rumah. Cuaca di luar juga sangat mendukung jika es cendol itu sampai di kerongkonganku.

Aku meraba saku celanaku. Terasa beberapa uang kertas. Jumlahnya tak begitu pasti. Kumasukkan tanganku ke dalam saku kemudian menarik uang yang ada di dalamnya.

Taraaa...

Beberapa Lembar uang kertas sepuluh ribuan dan uang lima ribuan yang sudah lusuh memperlihatkan senyumannya.

Alhamdulillah...

Aku berlari keluar sebelum si Kakek penjual es cendol lebih jauh lagi.

"Cendoool", sorakku memanggil tukang cendol.

Si Kakek memalingkan wajahnya ke arahku. Kemudian balik kanan bersama gerobaknya dan berjalan ke arahku.

"Emak mau cendol ngg?", tanyaku pada ibuku yang sedang ngobrol dengan teman majlis taklimnya. Juga bersama anak perempuannya.

"Yo", jawab Emak singkat sambil meneruskan obrolannya.

Aku memesan es cendol tiga bungkus. Kebetulan anak2 lagi sekolah dan suamiku lagi di bengkel memperbaiki mobil yang ringset kemaren siang. Tinggallah aku, emak, dan atuknya anak2.

"Laris, Kek", tanyaku pada kakek penjual cendol.

"Alhamdulillah, balambok-lambok, Nak", jawab si Kakek.

(Alhamdulillah, lumayan, Nak)

Setelah es cendol selesai dibungkus aku kembali masuk. Sebelum masuk ke rumah, teman mengobrol Emak buru-buru pergi. "Mungkin obrolan mereka telah selesai", pikirku dalam hati.

Emak masuk ke dalam rumah, begitu juga dengan aku. Aku masukkan cendol ke dalam tiga mangkok. Kemudian menaruhnya di meja tamu di mana Emak duduk.

Hsss...
Segarrr...

"Panggil ayahmu", perintah Emak padaku.

"Ayaah..." sorakku memanggil ayah ke belakang yang lagi asyik bermain dengan si Jago piaraannya.

"Ya bentar", terdengar ayah menyahut diselingi kokokan ayam piaraannya.

"Ngapain Tek Mina ke sini, Mak? Tanyaku pada Emak.

"Owh, dia nanyain apa ada kerjaan di ladang kita besok. Karena ia butuh uang untuk beli seragam anaknya".

"Kasihan dia Mak. Anak masih kecil-kecil, suaminya kawin lagi", rutukku.

"Ya, kasihan kita."

Saat membicarakan perihal Tek Mina. Dari dalam tampak ia kembali lewat di depan rumah bersama anaknya.

"Mampir dulu Tek", sorakku sambil menghampirinya ke depan pintu.

"Makasih", jawabnya sambil tersenyum.

"Kenapa langsung pergi tadi, Tek?"

"Dini minta beliin cendol. Sementata aku tak punya uang se sen pun", jawabnya.

Plakkk...

Kepalaku serasa terbentur ke dinding tembok. Aku terkesima mendengar jawaban Tek Mina.

"Duh, ngapain Etek ngg bilang tadi" jawabku merajuk.

Tunggu sebentar. Aku masuk ke dalam dan membagi es cendol ayah menjadi dua gelas kecil. Kemudian yang satu gelas kecil lagi aku berikan kepada Dini anak Tek Mina. Tak lupa aku sertakan sendok kecil yang biasa dipakai untuk mengaduk kopi. Agar si Bocah lebih gampang menikmati es cendolnya.

"Terima kasih, Bu", ucap anak kecil itu.

"Sama-sama, Nak. Silakan duduk di sini. Aku mengajaknya duduk di kursi yang ada di teras.

Sambil menunggu si Bocah menghabiskan es cendolnya, aku ngobrol perihal pekerjaan di ladang untuk esok hari. Kebetulan memang ada pekerjaan yang terbengkalai.

Melihat si Bocah lahap sekali menyeruput es cendol, air liurku ikut beraksi. Tampak dari raut muka bocah itu, bahwa ia pengen sekali minum es cendol. Apalagi cuaca juga sangat mendukung untuk menikmati yang dingin-dingin.

Setelah mereka pergi, aku membawa gelas bekas minuman cendol itu ke belakang untuk dicuci.

"Terima kasih telah menyertakan aku dalam peristiwa penting ini, Uni", tiba-tiba sendok mengucapkan terima kasih kepadaku.

Aku kaget dan terpana. Sambil menatap sendok itu lekat, dekat, dan berusaha untuk akrab.

Kenapa?

Karena antara aku dan si Sendok sudah lama menjalin hubungan. Walau tak begitu akrab tapi kami berdua saling membutuhkan.

"Ya kan, Sendok?"

Hmmm...

Tak semua permukaan itu selalu sama dengan isi. Namun kenapa masih saja cover lebih terlihat menggoda?

#JeWe45
#polaLDA
#bahagiadenganmenulis
#menulisitusedekah
#virusbahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar